16 September menandai hari di tahun 1982 ketika ribuan warga Palestina dibantai secara brutal di kamp pengungsi Sabra dan Shatilla di Lebanon; sebuah kekejaman yang dianggap sebagai salah satu yang paling keji dalam sejarah modern.
Setelah mengepung dan membombardir daerah tersebut selama berhari-hari, milisi palangis Lebanon yang didukung penjajah ‘Israel’ menyerang, menewaskan sedikitnya 3.000 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon.
Setelah pengepungan kedua kamp tersebut pada tanggal 15 September, tentara ‘Israel’ di bawah komando Ariel Sharon menerangi langit dengan suar saat milisi Lebanon bersenjata memasuki kamp tersebut melalui garis tentara ‘Israel’ dan mulai membunuh siapa saja yang menghalangi jalan mereka, tanpa memandang apakah mereka orang tua, wanita, atau anak-anak.
Mereka juga masuk ke rumah sakit kamp dan membunuh perawat, dokter, dan pasien yang melarikan diri dari pembantaian tersebut.
Selama tiga hari, dan di bawah pengawasan tentara Sharon, milisi tersebut melanjutkan pembantaian mereka hingga berita pembantaian tersebut bocor ke luar kamp dan gambar-gambar mengerikan dari orang-orang yang gugur terlihat di seluruh dunia sebelum tekanan diberikan kepada ‘Israel’ untuk menghentikan milisi tersebut.
Komisi Kahan tahun 1983, yang dibentuk oleh pemerintah penjajha ‘Israel’, menemukan bahwa Ariel Sharon, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, memiliki “tanggung jawab pribadi” atas pembantaian tersebut.
Meskipun demikian, Sharon kemudian menjadi Perdana Menteri ‘Israel’ pada tahun 2001.
Pada tanggal 16 Desember 1982, Majelis Umum PBB mengutuk pembantaian tersebut dan menyatakannya sebagai tindakan genosida.