الّيل
Terdapat 21 ayat dan diturunkan di Mekah
Surat ini terdiri atas 21 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al A'laa. Surat ini dinamai Al Lail (malam), diambil dari perkataan Al Lail yang terdapat pada ayat pertama surat ini
Ayat 1
وَالَّيْلِ اِذَا يَغْشٰىۙ
wal-laili iżā yagsyā.
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
Allah bersumpah dengan malam apabila menutupi, yaitu ketika malam sudah merata menutupi alam ini. Ini adalah waktu isya yaitu ketika cahaya merah sudah hilang di ufuk barat. Waktu itu manusia pada umumnya sudah mengakhiri aktivitasnya, dan ingin istirahat dan pergi tidur. Kemudian Allah bersumpah dengan aktivitas alam sebaliknya, yaitu siang ketika terang benderang. Waktu itu adalah waktu duha ketika cahaya matahari sudah merata menyinari alam ini, yang kontras dengan malam yang baru saja berakhir, dan manusia mulai bekerja.
Ayat 2
وَالنَّهَارِ اِذَا تَجَلّٰىۙ
wan-nahāri iżā tajallā.
demi siang apabila terang benderang,
Allah bersumpah dengan malam apabila menutupi, yaitu ketika malam sudah merata menutupi alam ini. Ini adalah waktu isya yaitu ketika cahaya merah sudah hilang di ufuk barat. Waktu itu manusia pada umumnya sudah mengakhiri aktivitasnya, dan ingin istirahat dan pergi tidur. Kemudian Allah bersumpah dengan aktivitas alam sebaliknya, yaitu siang ketika terang benderang. Waktu itu adalah waktu duha ketika cahaya matahari sudah merata menyinari alam ini, yang kontras dengan malam yang baru saja berakhir, dan manusia mulai bekerja.
Ayat 3
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىٓ ۙ
wa mā khalaqaż-żakara wal-unṡā.
demi penciptaan laki-laki dan perempuan,
Selanjutnya, Allah bersumpah dengan laki-laki dan perempuan yang telah diciptakan-Nya. Ini adalah juga dua makhluk yang berlawanan jenis dan kodratnya.
Ayat 4
اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰىۗ
inna sa‘yakum lasyattā.
sungguh, usahamu memang beraneka macam.
Setelah bersumpah dengan dua-dua makhluk-Nya yang berlawanan jenis dan sifatnya, Allah menegaskan bahwa perbuatan atau tingkah laku manusia itu memang bermacam-macam. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan kemauannya, apakah mengikuti potensi positifnya ataukah mengikuti potensi negatifnya.
Ayat 5
فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰىۙ
fa ammā man a‘ṭā wattaqā.
Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
Dalam ayat ini, Allah menerangkan adanya tiga tingkah laku manusia. Pertama, suka memberi, yaitu menolong antara sesama manusia. Ia tidak hanya mengeluarkan zakat kekayaannya, yang merupakan kewajiban, tetapi juga berinfak, bersedekah, dan sebagainya yang bukan wajib. Kedua, bertakwa, yaitu takut mengabaikan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya.
Ketiga, membenarkan kebaikan Allah, yaitu mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya lalu mensyukurinya. Nikmat terbesar Allah yang ia akui adalah surga. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan beramal di dunia untuk memperolehnya, di antaranya membantu antara sesama manusia.
Kepada mereka yang melakukan tiga aspek perbuatan baik di atas, Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka, yaitu kemudahan untuk memperoleh keberuntungan di dunia maupun di akhirat.
Ayat 6
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ
wa ṣaddaqa bil-ḥusnā.
dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga),
Dalam ayat ini, Allah menerangkan adanya tiga tingkah laku manusia. Pertama, suka memberi, yaitu menolong antara sesama manusia. Ia tidak hanya mengeluarkan zakat kekayaannya, yang merupakan kewajiban, tetapi juga berinfak, bersedekah, dan sebagainya yang bukan wajib. Kedua, bertakwa, yaitu takut mengabaikan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya.
Ketiga, membenarkan kebaikan Allah, yaitu mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya lalu mensyukurinya. Nikmat terbesar Allah yang ia akui adalah surga. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan beramal di dunia untuk memperolehnya, di antaranya membantu antara sesama manusia.
Kepada mereka yang melakukan tiga aspek perbuatan baik di atas, Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka, yaitu kemudahan untuk memperoleh keberuntungan di dunia maupun di akhirat.
Ayat 7
فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ
fa sanuyassiruhū lil-yusrā.
maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan),
Dalam ayat ini, Allah menerangkan adanya tiga tingkah laku manusia. Pertama, suka memberi, yaitu menolong antara sesama manusia. Ia tidak hanya mengeluarkan zakat kekayaannya, yang merupakan kewajiban, tetapi juga berinfak, bersedekah, dan sebagainya yang bukan wajib. Kedua, bertakwa, yaitu takut mengabaikan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya.
Ketiga, membenarkan kebaikan Allah, yaitu mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya lalu mensyukurinya. Nikmat terbesar Allah yang ia akui adalah surga. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan beramal di dunia untuk memperolehnya, di antaranya membantu antara sesama manusia.
Kepada mereka yang melakukan tiga aspek perbuatan baik di atas, Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka, yaitu kemudahan untuk memperoleh keberuntungan di dunia maupun di akhirat.
Ayat 8
وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ
wa ammā man bakhila wastagnā.
dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah),
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
Ayat 9
وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ
wa każżaba bil-ḥusnā.
serta mendustakan (pahala) yang terbaik,
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
Ayat 10
فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ
fa sanuyassiruhū lil-‘usrā.
maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan),
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
Ayat 11
وَمَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهٗٓ اِذَا تَرَدّٰىٓۙ
wa mā yugnī ‘anhu māluhū iżā taraddā.
dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa.
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
Ayat 12
اِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدٰىۖ
inna ‘alainā lal-hudā.
Sesungguhnya Kamilah yang memberi petunjuk,
Allah menegaskan bahwa Ia berkewajiban menunjuki manusia mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam ayat lain:
Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah, "Salamun 'alaikum (selamat sejahtera untuk kamu)." Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya, (yaitu) barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-An'am/6: 54)
Ayat 13
وَاِنَّ لَنَا لَلْاٰخِرَةَ وَالْاُوْلٰىۗ
wa inna lanā lal-ākhirata wal-ūlā.
dan sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia itu.
Allah juga pemilik alam ini, baik alam akhirat maupun alam dunia. Bila Allah pemilik segala-galanya, maka tiada jalan bagi manusia selain meminta semuanya itu kepada-Nya dengan jalan mengimani dan bertakwa kepada-Nya.
Ayat 14
فَاَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظّٰىۚ
fa anżartukum nāran talaẓẓā.
Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala,
Di samping Allah telah menunjuki manusia jalan yang benar, Ia juga memperingatkan manusia tentang adanya neraka yang senantiasa menyala-nyala. Penghuni neraka itu adalah mereka yang paling durhaka, yaitu orang-orang yang senantiasa memandang dusta wahyu-wahyu yang disampaikan kepadanya, dan karena itu tidak mau mengimaninya dan menjalankannya.
Ayat 15
لَا يَصْلٰىهَآ اِلَّا الْاَشْقَىۙ
lā yaṣlāhā illal-asyqā.
yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka,
Di samping Allah telah menunjuki manusia jalan yang benar, Ia juga memperingatkan manusia tentang adanya neraka yang senantiasa menyala-nyala. Penghuni neraka itu adalah mereka yang paling durhaka, yaitu orang-orang yang senantiasa memandang dusta wahyu-wahyu yang disampaikan kepadanya, dan karena itu tidak mau mengimaninya dan menjalankannya.
Ayat 16
الَّذِيْ كَذَّبَ وَتَوَلّٰىۗ
allażī każżaba wa tawallā.
yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
Di samping Allah telah menunjuki manusia jalan yang benar, Ia juga memperingatkan manusia tentang adanya neraka yang senantiasa menyala-nyala. Penghuni neraka itu adalah mereka yang paling durhaka, yaitu orang-orang yang senantiasa memandang dusta wahyu-wahyu yang disampaikan kepadanya, dan karena itu tidak mau mengimaninya dan menjalankannya.
Ayat 17
وَسَيُجَنَّبُهَا الْاَتْقَىۙ
wa sayujannabuhal-atqā.
Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa,
Sebaliknya adalah orang yang takwa, yaitu orang yang memberikan kekayaannya untuk membantu orang lain untuk menyucikan dirinya. Orang yang takwa itu akan terjauh dari neraka. Contoh orang yang paling takwa adalah Abu Bakar as-siddiq yang telah menggunakan seluruh kekayaannya untuk memerdekakan orang-orang lemah dan perempuan-perempuan yang masuk Islam dan membantu mereka.
Ayat 18
الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ
allażī yu'tī mālahū yatazakkā.
yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya),
Sebaliknya adalah orang yang takwa, yaitu orang yang memberikan kekayaannya untuk membantu orang lain untuk menyucikan dirinya. Orang yang takwa itu akan terjauh dari neraka. Contoh orang yang paling takwa adalah Abu Bakar as-siddiq yang telah menggunakan seluruh kekayaannya untuk memerdekakan orang-orang lemah dan perempuan-perempuan yang masuk Islam dan membantu mereka.
Ayat 19
وَمَا لِاَحَدٍ عِنْدَهٗ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزٰىٓۙ
wa mā li'aḥadin ‘indahū min ni‘matin tujzā.
dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya,
Orang-orang yang bertakwa membantu orang lain bukan karena orang itu berjasa kepadanya yang karena itu ia perlu membalasnya. Ia membantu orang itu semata-mata karena mengharapkan rida dan surga Allah di akhirat.
Ayat 20
اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْاَعْلٰىۚ
illabtigā'a wajhi rabbihil-a‘lā.
tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi.
Orang-orang yang bertakwa membantu orang lain bukan karena orang itu berjasa kepadanya yang karena itu ia perlu membalasnya. Ia membantu orang itu semata-mata karena mengharapkan rida dan surga Allah di akhirat.
Ayat 21
وَلَسَوْفَ يَرْضٰى ࣖ
wa lasaufa yarḍā.
Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).
Orang takwa yang membantu orang lain untuk mencari rida Allah itu akhirnya akan memperolehnya. Orang itu terjauh dari neraka, dan pasti masuk surga.
Al-Lail (21 ayat)
Tidak ada hadis yang ditemukan.
Sholat | 16 Maret 2019 18:32
Sholat | 17 Maret 2019 16:41
Sholat | 25 September 2024 03:31
Doa | 16 Maret 2019 18:35
Hikmah | 25 September 2024 03:50