Mencerahkan khazanah Islam

Advertisement

Jadwal Shalat
Tanggal
13/10/2024
Subuh
04:17
Terbit
05:29
Dhuha
05:56
Dhuhur
11:42
Ashar
14:46
Maghrib
17:49
Isya
18:58

النجم

53. An-Najm

Terdapat 62 ayat dan diturunkan di Mekah

Surat An Najm terdiri atas 62 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al Ikhlash. Nama An Najm (bintang), diambil dari perkataan An Najm yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Allah bersumpah dengan An Najm (bintang) adalah karena bintang-bintang yang timbul dan tenggelam, amat besar manfaatnya bagi manusia, sebagai pedoman bagi manusia dalam melakukan pelayaran di lautan, dalam perjalanan di padang pasir, untuk menentukan peredaran musim dan sebagainya.

Ayat 1

وَالنَّجْمِ اِذَا هَوٰىۙ

wan-najmi iżā hawā.

Demi bintang ketika terbenam,

Allah swt menerangkan bahwa Ia bersumpah dengan makhlukNya yang besar yakni bintang yang beredar pada porosnya, sehingga tidak saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Bintang-bintang itu merupakan petunjuk bagi manusia dalam hutan dan di padang pasir, di tempat kediaman dan dalam perjalanan, di kampung dan di kota, dan juga di lautan, bintang-bintang itu besar sekali faedahnya bagi kehidupan manusia. Allah swt mengarahkan sumpah-Nya kepada kaum musyrikin agar mengetahui betapa banyak manfaatnya bintang-bintang bagi mereka. Antara lain untuk mengetahui perubahan musim supaya mereka bersiap-siap untuk menggembalakan ternak mereka, kemudian setelah turun hujan mereka dapat menanam tanaman yang sesuai dengan musimnya. Sumpah Allah tersebut mengingatkan manusia bahwa di sana ada benda-benda yang perkasa di ruang angkasa yang harus mereka ketahui supaya mereka dapat meyakini besarnya sumber kekuasaan Allah dan indahnya ciptaan-Nya. Ilmu pengetahuan modern telah menerangkan bahwa di angkasa raya ada keajaiban yang dapat dilihat dari cepatnya peredaran dan bentuknya yang besar. Alam matahari terdiri dari matahari dan 9 buah planet yang kebanyakan dikelilingi oleh beberapa buah bulan. Matahari itu dalam alamnya adalah sebahagian daripada alam angkasa. Di alam angkasa ada sekitar 30.000.000.000 (tigapuluh milyar) bintangbintang. Setiap bintang adalah sebagai matahari seperti mataharinya manusia di bumi ini. Ada yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil daripadanya. Umur matahari adalah sekitar lima milyar tahun, umur bumi sekitar 2.000 juta tahun. Umur air di atas bumi sekitar 300 juta tahun. Dan umur manusia sekitar 300.000 tahun. Dan alam semesta itu mempunyai penjaga (hanya Allah-lah yang mengetahuinya). Dan tidak seorang pun yang mengetahui bala tentara Tuhan kecuali Dia. Al-'Amasy dari Mujahid mengatakan bahwa ayat ini merujuk pada Al-Qur'an ketika diturunkan seperti dalam firman-Nya:

Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui, dan (ini) sesungguhnya Al-Qur'an yang sangat mulia, dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfudz), tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. (al-Waqi'ah/56: 75-80)

Ayat 2

مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوٰىۚ

mā ḍalla ṣāḥibukum wa mā gawā.

kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru,

Allah menerangkan bahwa kawan mereka itu (Muhammad) adalah benar-benar seorang nabi. Dia tidak pernah menyimpang dari jalan yang benar. Ia Juga tidak pernah melakukan kebatilan. Pada kenyataannya Rasulullah saw adalah seorang rasul yang diberi petunjuk oleh Allah, dia mengikuti kebenaran. Dia bukan seorang yang menyesatkan (dan bukanlah pula ia berjalan pada jalan yang ia sendiri tidak mengetahuinya). Dia bukan seorang yang sesat yang berpaling dari kebenaran dengan suatu tujuan tertentu. Keadaan beliau yang seperti itu, bukan saja setelah beliau diangkat menjadi rasul, tetapi juga sebelumnya. Oleh sebab itulah Allah memberikan kepadanya petunjuk dan syariat untuk memberikan sinar terang kepada orang-orang yang sesat baik Yahudi maupun Nasrani yang sebenarnya mereka mengetahui kebenaran itu, tetapi tidak mengamalkannya

Ayat 3

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰى

wa mā yanṭiqu ‘anil-hawā.

dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya.

Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw itu tidak sesat dan tidak keliru karena beliau seorang yang tidak pernah menuruti hawa nafsunya termasuk dalam perkataannya. Orang yang mungkin keliru atau tersesat ialah orang yang menuruti hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. (shad/38: 26)

Ayat 4

اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ

in huwa illā waḥyuy yūḥā.

Tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),

Dalam ayat ini, Allah menguatkan ayat sebelumnya, yakni bahwa Muhammad saw hanyalah mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia secara sempurna, tidak ditambah-tambah dan tidak pula dikurangi menurut apa yang diwahyukan kepadanya. 'Abdullah bin 'Amr bin 'As menulis setiap apa yang ia dengar dari Rasulullah saw, karena ia mau menghafalkannya. Tapi orang-orang Quraisy melarangnya. Mereka mengatakan mengapa ia menulis setiap perkataan Muhammad saw, sedangkan Muhammad itu adalah manusia biasa yang berkata dalam keadaan marah. Maka berhentilah 'Abdullah bin 'Umar menulis. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw, dan memberitahukan perihalnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw:"Tulislah demi Zat yang menguasai diriku, tidak ada yang keluar dari perkataanku kecuali kebenaran." (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Al-hafidz Abu Bakar al-Bazzar menyebutkan riwayat Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: ) "Sesuatu yang aku kabarkan kepadamu bahwa ia dari Allah swt, maka tidak ada keraguan padanya." (Riwayat Ibnu hibban dan alBazzar)

Imam Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah aku berkata kecuali yang benar." (Riwayat Ahmad dan alBazzar)

Ayat 5

عَلَّمَهٗ شَدِيْدُ الْقُوٰىۙ

‘allamahū syadīdul-quwā.

yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,

Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka itu) diajari oleh Jibril. Jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya. Dalam firman Allah dijelaskan:

Sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki 'Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya. (at-Takwir/81: 1921)

Kemudian Muhammad saw mempelajarinya dan mengamalkannya. Ayat ini merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhamamd saw itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan (legendalegenda) orang-orang dahulu. Dari sini jelas bahwa Muhammad saw itu bukan diajari oleh seorang manusia, tapi ia diajari oleh Malaikat Jibril yang sangat kuat. (

Ayat 6

ذُوْ مِرَّةٍۗ فَاسْتَوٰىۙ

Żū mirrah(tin), fastawā.

yang mempunyai keteguhan; maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli (rupa yang bagus dan perkasa)

Allah swt menerangkan dalam ayat ini, bahwa Jibril itu mempunyai kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam riwayat bahwa ia telah pernah membalikkan perkampungan Nabi Lut kemudian mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Ia telah pernah menghembus kaum Samud hingga berterbangan. Dan apabila ia turun ke bumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Lagi pula ia dapat berubah bentuk menjadi seperti manusia. (

Ayat 7

وَهُوَ بِالْاُفُقِ الْاَعْلٰىۗ

wa huwa bil-ufuqil-a‘lā.

Sedang dia berada di ufuk yang tinggi.

Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.

Ayat 8

ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰىۙ

Ṡumma danā fa tadallā.

Kemudian dia mendekat (pada Muhammad), lalu bertambah dekat,

Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.

Ayat 9

فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْ اَدْنٰىۚ

fa kāna qāba qausaini au adnā.

sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi).

Setelah itu Muhammad saw melihat Jibril di tempat yang tinggi. Kemudian Jibril memenuhi angkasa itu, lalu mendekati Muhammad saw dan Jibril semakin mendekat lagi kepada Muhammad saw hingga jaraknya hampir, kira-kira dua ujung busur panah lagi atau lebih dekat lagi.

Ayat 10

فَاَوْحٰىٓ اِلٰى عَبْدِهٖ مَآ اَوْحٰىۗ

fa auḥā ilā ‘abdihī mā auḥā.

Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah.

Selanjutnya diterangkan bahwa setelah Nabi Muhammad saw sudah berdekatan benar dengan Jibril, Jibril menyampaikan wahyu Allah mengenai persoalan-persoalan agama.

Ayat 11

مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَاٰى

mā każabal-fu'ādu mā ra'ā.

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.

Ayat ini menerangkan bahwa kebanyakan manusia menyangka bahwa ia telah menggambarkan apa yang dilihatnya, padahal hatinya belum yakin terhadap apa yang telah ia lihat, tidak demikian penglihatan dan keyakinan Muhammad saw terhadap Jibril meskipun kedatangannya kepada Muhammad saw kerap kali berbeda bentuknya, karena Muhammad saw telah mengetahui bentuk yang aslinya.

Karena Allah swt menguatkan keterangan bahwa kedatangan Jibril menyamar dalam bentuk seorang sahabat yang bernama Dihyah al-Kalbi tidaklah menghilangkan ciri-cirinya karena Muhammad saw pernah melihat bentuknya yang asli sebelum itu, yaitu di Gua Hira ketika menerima wahyu pertama, walaupun kemudian Jibril menampakkan diri lagi dengan rupa yang lain.

Ayat 12

اَفَتُمٰرُوْنَهٗ عَلٰى مَا يَرٰى

afa tumārūnahū ‘alā mā yarā.

Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu?

Dalam ayat ini, Allah bertanya apakah orang-orang Quraisy akan mendustakan dan membantah Muhammad saw mengenai bentuk Jibril yang telah pernah dilihat Muhammad saw dengan mata kepalanya sendiri. (

Ayat 13

وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ

wa laqad ra'āhu nazlatan ukhrā.

Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,

Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw sudah pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mi'raj ke Sidratul Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat. Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:

Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an-Najm/53: 42)

Setiap Mukmin wajib mempercayai bahwa Sidratul Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam ayat-Nya. Tetapi ia tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, atTirmidhi, dan lain-lainnya bahwa Sidratul Muntaha itu ada di langit yang ketujuh.

Ayat 14

عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى

‘inda sidratil-muntahā.

(yaitu) di Sidratul Muntaha,

Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw sudah pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mi'raj ke Sidratul Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat. Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:

Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an-Najm/53: 42)

Setiap Mukmin wajib mempercayai bahwa Sidratul Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam ayat-Nya. Tetapi ia tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, atTirmidhi, dan lain-lainnya bahwa Sidratul Muntaha itu ada di langit yang ketujuh.

Ayat 15

عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ

‘indahā jannatul-ma'wā.

di dekatnya ada surga tempat tinggal,

Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa di tempat itulah (di dekat Sidratul Muntaha) letak surga. Ia merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang takwa dan orang-orang yang mati syahid.

Ayat 16

اِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشٰىۙ

iż yagsyas-sidrata mā yagsyā.

(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya,

Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwasannya Muhammad saw melihat Jibril di Sidratul Muntaha itu ketika Sidratul Muntaha tertutup oleh suasana yang menandakan kebesaran Allah berupa sinar-sinar yang indah dan malaikat-malaikat. Al-Qur'an tidak menerangkan dengan jelas. Bagi kita cukuplah penjelasan yang sedemikian, tidak menambah atau menguranginya bila tidak ada dalil yang jelas yang menerangkannya. Seandainya ada manfaatnya untuk dijelaskan niscaya hal itu dijelaskan oleh Allah swt.

Ayat 17

مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى

mā zāgal-baṣaru wa mā ṭagā.

penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.

Kemudian dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tatkala Rasulullah saw melihat Jibril di sana, ia tidak berpaling dari memandang semua keajaiban Sidratul Muntaha sesuai dengan apa yang telah diizinkan Allah kepadanya untuk dilihat. Dan ia tidak pula melampaui batas kecuali apa yang telah diizinkan kepadanya.

Ayat 18

لَقَدْ رَاٰى مِنْ اٰيٰتِ رَبِّهِ الْكُبْرٰى

laqad ra'ā min āyāti rabbihil-kubrā.

Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.

Ayat ini menerangkan bahwa dengan melihat Sidratul Muntaha, berarti Muhammad saw telah melihat sebagian tandatanda kebesaran Allah yang merupakan keajaiban dari kekuasaanNya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain bahwa saat itu Muhammad saw melihat suatu lambaian hijau dari surga yang memenuhi ufuk (arah pandangan). Maka hendaklah kita tidak membatasi apa yang telah dilihat oleh Muhammad saw dengan mata kepalanya, setelah diterangkan secara samar-samar dalam Al-Qur'an tentang hal itu. Yang jelas ialah bahwa Nabi telah melihat tanda-tanda kebesaran Allah swt yang tidak terbatas.

Ayat 19

اَفَرَءَيْتُمُ اللّٰتَ وَالْعُزّٰى

afa ra'aitumul-lāta wal-‘uzzā.

Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al-Lata dan Al-‘Uzza,

Allah swt bertanya kepada orang-orang musyrik, apakah setelah mereka mendengar tanda-tanda Allah baik kesempurnaan maupun keagungan-Nya dalam kekuasaan, dan setelah mendengar keadaan malaikat dengan kedudukan dan kemampuan mereka yang tinggi, masih saja menjadikan berhala-berhala yang hina keadaannya itu sebagai sekutu bagi Allah, sedangkan mereka mengetahui kebesaran-Nya? Pertanyaan ini merupakan cemoohan dari Tuhan, sebab bagi seorang yang berakal tidak mungkin terlintas dalam pikirannya untuk menyembah berhala yang mereka buat sendiri, kemudian diletakkan dalam suatu rumah yang mereka dirikan sebagai tandingan Ka'bah. Adapun al-Lata adalah nama sebuah batu besar yang berwarna putih, di atas batu itu diukir gambar sebuah rumah. Al-Lata ini terletak di daerah thaif. Rumah itu dipasangi tabir. Di sekelilingnya ada teras yang diagung-agungkan oleh orang-orang thaif, antara lain Kabilah saqif dan pengikut-pengikutnya. Mereka tergolong orangorang yang lebih membanggakan benda itu daripada orang-orang Arab yang lain selain Quraisy. Kata Ibnu Jarir, mereka menganggap bahwa kata al-Lata itu diambil dari lafal Allah. Mereka menganggap al-Lata (Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan). Menurut Ibnu 'Abbas , Mujahid, Rabi' bin Anas, mereka menamakan al-Lata dari nama seorang laki-laki yang menumbuk tepung untuk jemaah haji. Setelah ia mati, maka orang-orang berkerumun melakukan iktikaf di atas kuburnya yang selanjutnya mereka menyembah dan membuatkan patungnya. Menurut Ibnu Jarir, al-'Uzza berasal dari kata 'Aziz, al-Uzza ialah sebuah pohon yang di atasnya ada sebuah bangunan dan bertirai, bertempat di Nakhlah yaitu antara Mekah dan thaif; orang-orang Quraisy mengagungkan pohon itu. Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan ketika masih musyrik berkata pada waktu peperangan Uhud bahwa merekalah yang mempunyai Uzza, sedangkan yang lain tidak. Maka bersabdalah Rasulullah saw. "Katakanlah! Allah adalah Tuhan kami, dan kamu tidak mempunyai Tuhan." (Riwayat al-Bukhari dan Ahmad)

Ayat 20

وَمَنٰوةَ الثَّالِثَةَ الْاُخْرٰى

wa manātaṡ-ṡāliṡatal-ukhrā.

dan Manat, yang ketiga (yang) kemudian (sebagai anak perempuan Allah).

Dalam ayat ini Allah swt melanjutkan ayat yang sebelumnya yaitu bahwa orang-orang musyrik juga menyembah Manat yang ketiga yakni yang terakhir sebagai anak perempuan Allah. Manat itu sebuah batu besar terletak di Musyallal dengan Qudaid antara Mekah dan Medinah. Kabilah Khuza'ah, al-Aus dan Khazraj mengagungkan Manat ini dan dalam melakukan ibadah haji mereka mulai dari Manat sampai ke Ka'bah. Selain benda-benda yang tiga itu, masih banyak lagi benda-benda yang sangat dimuliakan oleh orang-orang musyrik. Akan tetapi, yang paling termasyhur adalah tiga benda itu. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang Arab menganggap benda-benda yang tiga itu selain Ka'bah sebagai benda sembahan mereka, dibuat seperti bangunan Ka'bah yang mempunyai tabir yang mereka bertawaf padanya seperti tawaf pada Ka'bah dan memotong binatang kurban di sampingnya. Mereka juga mengetahui kemuliaan Ka'bah yaitu bahwa Ka'bah itu adalah rumah Ibrahim dan masjidnya.

Ayat 21

اَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْاُنْثٰى

alakumuż-żakaru wa lahul-unṡā.

Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya yang perempuan?

Dalam ayat ini Allah menolak anggapan mereka yang menyatakan bahwa Dia mempunyai anak perempuan dan mereka mempunyai anak laki-laki yang disebabkan oleh persangkaan mereka bahwa perempuan itu lemah dan mempunyai kekurangan sedangkan lakilaki itu sempurna. Ini mengungkapkan anggapan mereka bahwa Allah mempunyai kekurangan, sedangkan mereka yang memiliki kekurangan itu menganggap diri mereka sempurna. (

Ayat 22

تِلْكَ اِذًا قِسْمَةٌ ضِيْزٰى

tilka iżan qismatun ḍīzā.

Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.

Pembagian yang seperti mereka katakan dalam ayat 21 itu adalah pembagian yang tidak adil, kurang pantas dan tidak sempurna sebab mereka menganggap bahwa Tuhan mereka mempunyai apa-apa yang mereka sendiri membencinya. Dan untuk mereka apa-apa yang mereka sukai

Ayat 23

اِنْ هِيَ اِلَّآ اَسْمَاۤءٌ سَمَّيْتُمُوْهَآ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمْ مَّآ اَنْزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍۗ اِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْاَنْفُسُۚ وَلَقَدْ جَاۤءَهُمْ مِّنْ رَّبِّهِمُ الْهُدٰىۗ

in hiya illā asmā'un sammaitumūhā antum wa ābā'ukum mā anzalallāhu bihā min sulṭān(in), iy yattabi‘ūna illaẓ-ẓanna wa mā tahwal-anfus(u), wa laqad jā'ahum mir rabbihimul-hudā.

Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun untuk (menyembah)nya. Mereka hanya mengikuti dugaan, dan apa yang diingini oleh keinginannya. Padahal sungguh, telah datang petunjuk dari Tuhan mereka.

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa mereka menamakan berhala-berhala itu tuhan, padahal itu hanyalah nama-nama yang tidak mempunyai arti sama sekali. Mereka mengira dan berkeyakinan bahwa berhala-berhala itu mempunyai hak untuk diiktikafi demi ibadat kepadanya dan sebagai tempat menyajikan binatang kurban. Mereka tidak mempunyai alasan atau mereka tidak dapat menjelaskan sebab dari apa yang mereka katakan dan mereka lakukan. Mereka hanya meniru orang-orang yang terdahulu yang selanjutnya akan diikuti oleh anak cucu mereka. Dalam ayat yang bersamaan artinya Allah berfirman:

Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. (Yusuf/12: 40)

Kemudian Allah swt menguatkan penjelasan-Nya dengan menerangkan bahwa mereka tidak mempunyai alasan kecuali karena berbaik sangka kepada bapak-bapaknya, yang berjalan pada jalan yang salah dan mempertahankan kedudukan mereka dalam masyarakat, atau karena hormat mereka terhadap bapak-bapaknya. Yang jelas mereka menyembah berhala-berhala itu hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan saja, bahwa bapak-bapak mereka dahulu itu berjalan pada jalan yang benar, padahal sebenarnya mereka mengikuti hawa nafsu mereka. Selanjutnya, Allah swt menerangkan bahwa seharusnya mereka tidak pantas untuk berbuat seperti itu karena telah datang peringatan, apa yang mereka lakukan saat itu adalah suatu kelalaian dan kesalahan. Kemudian dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa mereka hanyalah mengikuti pendapat saja, sedangkan Allah telah mengutus rasul-Nya dengan kebenaran yang nyata dan dengan alasan yang jelas. Maka sudah seharusnyalah mereka menyadari kesalahannya.

Akan tetapi, mereka masih tetap berpaling dari kebenaran. Diterangkan dalam firman Allah sebagai berikut:

Seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. (al-Muddatstsir/74: 50-51)

Ayat 24

اَمْ لِلْاِنْسَانِ مَا تَمَنّٰىۖ

am lil-insāni mā tamannā.

Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?

Maka Allah swt menambahkan dalam ayat ini apakah mereka itu mengharapkan sesuatu yang mereka cita-citakan berupa syafaat dari tuhan-tuhan mereka di akhirat? Tidak, sama sekali berhala-berhala itu tidak ada gunanya, ia tidak akan membantu apa-apa karena berhala-berhala itu adalah benda mati yang keras bagai batu. Bahwasanya segala apa yang ada di dunia dan di akhirat adalah milik Allah, dan berhala-berhala itu tidak memiliki apa-apa. Allah telah membuat mereka berputus asa untuk mendapat kebaikan dari ibadat kepada berhala. Berhala itu tidak dapat menjadi alat penghubung untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.

Ayat 25

فَلِلّٰهِ الْاٰخِرَةُ وَالْاُوْلٰى ࣖ

fa lillāhil-ākhiratu wal-ūlā.

(Tidak!) Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.

Maka Allah swt menambahkan dalam ayat ini apakah mereka itu mengharapkan sesuatu yang mereka cita-citakan berupa syafaat dari tuhan-tuhan mereka di akhirat? Tidak, sama sekali berhala-berhala itu tidak ada gunanya, ia tidak akan membantu apa-apa karena berhala-berhala itu adalah benda mati yang keras bagai batu. Bahwasanya segala apa yang ada di dunia dan di akhirat adalah milik Allah, dan berhala-berhala itu tidak memiliki apa-apa. Allah telah membuat mereka berputus asa untuk mendapat kebaikan dari ibadat kepada berhala. Berhala itu tidak dapat menjadi alat penghubung untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.

Ayat 26

۞ وَكَمْ مِّنْ مَّلَكٍ فِى السَّمٰوٰتِ لَا تُغْنِيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اَنْ يَّأْذَنَ اللّٰهُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَرْضٰى

wa kam mim malakin fis-samāwāti lā tugnī syafā‘atuhum syai'an illā mim ba‘di ay ya'żanallāhu limay yasyā'u wa yarḍā.

Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia ridai.

Kemudian Allah swt menerangkan tentang betapa banyak malaikat di langit yang tidak dapat menolong manusia dengan pertolongan apa pun, kecuali bila Allah memberikan izin kepada mereka untuk orang yang dikehendaki-Nya yaitu orang yang ikhlas dalam perkataan dan perbuatannya. Apabila keadaan malaikat demikian halnya, sedangkan malaikat adalah makhluk yang dekat kepada Tuhan, maka bagaimana dengan berhala-berhala yang hanya berupa benda mati tidak mempunyai ruh dan kehidupan itu? Jelasnya berhala-berhala itu sama sekali tidak ada manfaatnya.

Ayat 27

اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ لَيُسَمُّوْنَ الْمَلٰۤىِٕكَةَ تَسْمِيَةَ الْاُنْثٰى

innal-lażīna lā yu'minūna bil-ākhirati layusammūnal-malā'ikata tasmiyatal-unṡā.

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sungguh mereka menamakan para malaikat dengan nama perempuan.

Allah swt menerangkan bahwa orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat dan apa-apa yang terjadi di alam akhirat sebagaimana yang telah disampaikan para rasul; mereka itu menambah kekafiran dengan kebodohan perkataan mereka yang menganggap bahwa malaikat itu adalah anak perempuan Tuhan (Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan). Allah swt mencap orang-orang yang seperti itu sebagai orangorang yang tidak beriman dan sebagai isyarat bahwa perkataan mereka telah sampai kepada batas kekejian yang tidak mungkin berasal dari orang yang percaya adanya hisab dan pembalasan. Perkataan mereka itu mengandung dua dosa: Yaitu pengakuan bahwa Tuhan mempunyai anak, dan bahwa anak Tuhan yang mereka katakan itu perempuan, dengan pengakuan yang demikian itu mereka merasa bangga telah melebihi Tuhan, karena mereka mempunyai anak laki-laki.

Ayat 28

وَمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍۗ اِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَقِّ شَيْـًٔاۚ

wa mā lahum bihī min ‘ilm(in), iy yattabi‘ūna illaẓ-ẓann(a), wa innaẓ-ẓanna lā yugnī minal-ḥaqqi syai'ā(n).

Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.

Ayat ini menjelaskan bahwa perkataan yang demikian itu adalah suatu tanda bahwa mereka tidak mendapat petujuk Tuhan berupa pengetahuan yang membawa mereka ke jalan benar yang menyebabkan mereka mengatakan seperti itu. Mereka hanya terpengaruh oleh prasangka yang menjauhkan mereka dari kebenaran. Sesungguhnya suatu pengetahuan yang benar haruslah berdasarkan keyakinan, bukan hanya perkiraan atau persangkaan. Adapun orang musyrik itu hanyalah mengikuti persangkaan dalam menamakan malaikat sebagai anak perempuan Tuhan, bukan dengan analisa ilmiah. Dalam hadis sahih dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: ) "Jauhilah prasangka buruk, sesungguhnya prasangka buruk adalah perkataan yang paling dusta." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Dalam ayat yang sama artinya Allah berfirman:

Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat hamba-hamba (Allah) Yang Maha Pengasih itu sebagai jenis perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan (malaikat-malaikat itu)? Kelak akan dituliskan kesaksian mereka dan akan dimintakan pertanggungjawaban. (az-Zukhruf/43: 19)

Tegasnya bahwa suatu hal yang berhubungan dengan iktikad hendaklah berdasarkan pemikiran yang sehat yang dapat diterima oleh akal dan tidak bertentangan dengan wahyu.

Ayat 29

فَاَعْرِضْ عَنْ مَّنْ تَوَلّٰىۙ عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ اِلَّا الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۗ

fa a‘riḍ ‘am man tawallā, ‘an żikrinā wa lam yurid illal-ḥayātad-dun-yā.

Maka tinggalkanlah (Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan dia hanya mengingini kehidupan dunia.

Dalam ayat ini Allah swt memerintahkan Rasul saw agar berpaling dari orang-orang kafir dan musyrik yang telah berpaling dari Al-Qur'an kitab Allah, yang tidak mau menjadikannya sebagai pedoman hidup, padahal seharusnya mereka sadar bahwa Al-Qur'an bisa menuntun mereka untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al-Qur'an juga berisi kisah umat-umat terdahulu, sikap mereka terhadap para nabi dan rasul, dan akibat dari pembangkangan mereka terhadap ajaran para rasul tersebut, yaitu azab yang pedih di akhirat. Orang-orang musyrik dan kafir malah tidak mengambil pelajaran dari orang-orang terdahulu, mereka mencukupkan diri dengan hal-hal yang berhubungan dengan keduniaan saja. Bahkan mereka rela tertipu dengan kepalsuan dunia dan terseret untuk hanya memikirkan kesenangan duniawi saja. Tegasnya, Muhammad saw diperintahkan oleh Allah agar tidak terlalu menghiraukan sikap orang-orang kafir yang berpaling dari Allah, karena mereka memang hanya menginginkan kesenangan duniawi yang merupakan tujuan hidup dan cita-cita mereka. Dalam keadaan seperti itu, sudah tidak ada lagi jalan untuk beriman. Maka Allah swt memerintahkan kepada rasul-Nya, Muhammad saw untuk merasa tidak kasihan atau bersedih hati atas keadaan mereka itu. Karena Rasul pernah hampir mencelakai dirinya hanya karena prihatin melihat keadaan kaumnya yang tidak beriman. Allah swt berfirman: Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan), karena mereka (penduduk Mekah) tidak beriman. (asySyu'ara'/26: 3)

Orang-orang musyrik hanya membatasi diri kepada kehidupan duniawi, karena ilmu pengetahuan mereka terbatas pada masalahmasalah duniawi saja serta menyibukkan diri dengan berbagai kesibukan duniawi saja. Mereka sudah merasa berhasil dengan banyaknya harta dunia yang mereka miliki dan tingginya kedudukan sosial mereka. Mereka tidak memperhatikan berita-berita lainnya yang disampaikan oleh para rasul terutama tentang kehidupan akhirat. Keadaan mereka yang demikian itu menjadikan telinga tersumbat, tidak dapat mendengar berita-berita tentang akhirat.

Ayat 30

ذٰلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِّنَ الْعِلْمِۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖۙ وَهُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدٰى

Żālika mablaguhum minal-‘ilm(i), inna rabbaka huwa a‘lamu biman ḍalla ‘an sabīlih(ī), wa huwa a‘lamu bimanihtadā.

Itulah kadar ilmu mereka. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Kemudian Allah swt menegaskan dalam ayat ini bahwa sesungguhnya Dia Maha Mengetahui orang-orang yang memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta ini serta memikirkan apa-apa yang terkandung dalam seruan rasul-Nya sehingga ia mendapat petunjuk ke jalan kebenaran yang menyelamatkannya pada hari kebangkitan dan mendapat keridaan Tuhannya. Ia berbahagia di dunia karena ia mengikuti apa-apa yang telah digariskan oleh Allah untuk manusia yang mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang menyeleweng dari jalan yang benar yang telah membuat hawa nafsunya menjadi tuhannya yang membekukan akal nuraninya itu. Allah akan memberikan balasan kepada semua makhluk-Nya tanpa memandang kedudukannya di dunia, sesuai keluasan ilmu-Nya, dengan mengutamakan orang-orang yang melakukan pengabdian kepada-Nya. Allah swt berfirman:

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). (Yunus/10: 26)

Ayat 31

وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ لِيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَسَاۤءُوْا بِمَا عَمِلُوْا وَيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا بِالْحُسْنٰىۚ

wa lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ(i), liyajziyal-lażīna asā'ū bimā ‘amilū wa yajziyal-lażīna aḥsanū bil-ḥusnā.

Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).

Ayat ini menyatakan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, semua berada dalam genggaman-Nya dan di bawah kekuasaan-Nya. Allah menjadikan semua yang ada di langit dan di bumi, Dia pemiliknya dan Dia yang mengaturnya, Dia mengetahui seluk-beluk keadaannya. Maka janganlah manusia mengira bahwa Allah akan membiarkan mereka dengan tidak membalas setiap manusia menurut amal perbuatannya. Dia akan membalas menurut ilmu-Nya yang mencakupi segala sesuatu. Orang-orang yang berbuat baik diberi ganjaran kebaikan dengan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai dan memberi kesenangan yang tidak pernah terlintas di hati manusia. Ia membalas orang-orang jahat sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya dari bermacam-macam seperti syirik dan maksiat karena hatinya tertutup oleh dosa-dosa besar dan kecil

Ayat 32

اَلَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ اِلَّا اللَّمَمَۙ اِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِۗ هُوَ اَعْلَمُ بِكُمْ اِذْ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاِذْ اَنْتُمْ اَجِنَّةٌ فِيْ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْۗ فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى ࣖ

allażīna yajtanibūna kabā'iral-iṡmi wal-fawāḥisya illal-lamam(a), inna rabbaka wāsi‘ul-magfirah(ti), huwa a‘lamu bikum iż ansya'akum minal-arḍi wa iż antum ajinnatun fī buṭūni ummahātikum, falā tuzakkū anfusakum, huwa a‘lamu bimanittaqā.

Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.

Ayat ini menerangkan sifat-sifat orang yang baik itu, ialah mereka yang menjauhkan dirinya dari dosa-dosa besar seperti syirik, membunuh, berzina, dan lain-lain, meskipun mereka melakukan dosa-dosa kecil yang kemudian disadari sehingga mereka segera bertaubat sambil menyesali perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan, mereka juga mengimbanginya dengan melakukan banyak perbuatan yang baik karena perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa-dosa kecil. Sebagaimana firman Allah:

Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. (Hud/11: 114)

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahankesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (an-Nisa'/4: 31)

Dosa-dosa besar itu ada tujuh, Sayidina 'Ali "Karramallahu Wajhah" mengatakan bahwa sebagaimana tersebut dalam Sahih alBukhari dan Muslim: Jauhilah tujuh dosa besar yang menghancurkan. Para sahabat bertanya, "Apakah hal itu? Nabi menjawab, mempersekutukan Allah, sihir, membunuh manusia yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari perang yang sedang berkecamuk dan menuduh wanita-wanita muhsanat, gafilat mu'minat. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Ada pula yang menyatakan, "Dosa-dosa besar adalah dosa-dosa yang diancam oleh Allah dengan neraka atau dengan amarah-Nya atau dengan laknat, azab atau mewajibkan had atau hukuman tertentu di dunia seperti qisas potong tangan, rajam dan lain-lain karena yang melakukannya tidak merasa khawatir dan tidak meyesal atas tindakannya itu, padahal tindakannya itu menyebabkan kerusakan besar, walaupun menurut pandangan manusia merupakan hal kecil." Selanjutnya, ayat 32 ini menegaskan bahwa Allah Mahaluas ampunan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa-dosa kecil jika menjauhi dosa besar dan Dia mengampuni dosa-dosa besar bila pelakunya bertobat, serta diiringi penyesalan atas perbuatannya, tapi tidak putus asa terhadap pengampunan Allah. Allah berfirman:

Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (azZumar/39: 53)

Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Allah swt lebih mengetahui keadaan, perbuatan, dan ucapan manusia dikala Dia menjadikan manusia dari tanah dan dikala Dia membentuk rupanya dalam rahim ibunya, dari satu tahap ke tahap yang lainnya. Maka janganlah ada yang mengatakan dirinya suci. Allahlah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. Bila kamu sadari yang demikian itu, maka janganlah kamu memuji dirinya dengan suci dari dosa atau suci dari perbuatan maksiat atau banyak melakukan kebaikan, tetapi hendaklah manusia banyak bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia dan ampunan-Nya. Allah Maha Mengetahui siapa yang bersih dari kejahatan dan siapa yang menjerumuskan dirinya dalam kejahatan dan melumurkan dirinya dengan dosa. Sesungguhnya larangan menyucikan diri hanya berlaku bila yang mendorong seseorang untuk itu adalah riya', takabur atau bangga. Selain dari sebab di atas, maka menyucikan diri tidak terlarang, bahkan dianjurkan. Dalam ayat lain Allah berfirman: Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan Nasrani)? Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. (an-Nisa'/4: 49)

Ayat 33

اَفَرَءَيْتَ الَّذِيْ تَوَلّٰىۙ

afa ra'aital-lażī tawallā.

Maka tidakkah engkau melihat orang yang berpaling (dari Al-Qur'an)?

Menurut Mujahid dan Ibnu Zaid ayat ini turun pada peristiwa al-Walid bin al-Mugirah, dia telah mendengar bacaan Nabi saw dan selalu mendampingi beliau dan menerima nasihat-nasihat daripadanya sehingga hatinya tertarik kepada Islam dan Nabi juga mengharapkan keimanannya. Kebetulan seorang musyrik yang mengetahui keadaan al-Walid mencelanya, dan mengatakan, "apakah akan engkau tinggalkan agama nenek moyangmu? Kembalilah kepada agamamu dan terus berpegang padanya! Saya akan menanggung semua yang mengkhawatirkanmu di akhirat nanti, dengan imbalan engkau berikan kepadaku sesuatu." Al-Walid menyetujui ajakan ini, lalu ia menarik kembali keinginannya memeluk agama Islam. Dengan demikian jadilah dia seorang sesat yang nyata dan dia telah menyerahkan sebagian imbalan yang disetujuinya kepada orang yang dijanjikannya dan ditahan bagian yang lain. Al-Walid hampir saja menjadi seorang Mukmin dan mengikuti petunjuk-petunjuk rasul, lalu salah seorang dari setan-setan manusia menggodanya agar ia tidak menerima bujukan, dan mengajak kembali kepada agama nenek moyangnya. Seseorang akan memikul dosa-dosanya bila al-Walid bin al-Mugirah sudi menyumbangkan sedikit dari hartanya. Ia menerima gagasan tersebut, tetapi ia hanya memberikannya sekali saja, dan tidak diberikannya apa-apa sesudah itu. Apakah ia mengetahui sesuatu yang gaib, bahwa temannya itu dapat memikul dosa-dosanya yang ditakutinya pada hari Kiamat nanti? Ditegaskan bahwa syariat-syariat terdahulu tidak membenarkan tentang pemikulan dosa oleh orang lain.

Ayat 34

وَاَعْطٰى قَلِيْلًا وَّاَكْدٰى

wa a‘ṭā qalīlaw wa akdā.

dan dia memberikan sedikit (dari apa yang dijanjikan) lalu menahan sisanya.

Menurut Mujahid dan Ibnu Zaid ayat ini turun pada peristiwa al-Walid bin al-Mugirah, dia telah mendengar bacaan Nabi saw dan selalu mendampingi beliau dan menerima nasihat-nasihat daripadanya sehingga hatinya tertarik kepada Islam dan Nabi juga mengharapkan keimanannya. Kebetulan seorang musyrik yang mengetahui keadaan al-Walid mencelanya, dan mengatakan, "apakah akan engkau tinggalkan agama nenek moyangmu? Kembalilah kepada agamamu dan terus berpegang padanya! Saya akan menanggung semua yang mengkhawatirkanmu di akhirat nanti, dengan imbalan engkau berikan kepadaku sesuatu." Al-Walid menyetujui ajakan ini, lalu ia menarik kembali keinginannya memeluk agama Islam. Dengan demikian jadilah dia seorang sesat yang nyata dan dia telah menyerahkan sebagian imbalan yang disetujuinya kepada orang yang dijanjikannya dan ditahan bagian yang lain. Al-Walid hampir saja menjadi seorang Mukmin dan mengikuti petunjuk-petunjuk rasul, lalu salah seorang dari setan-setan manusia menggodanya agar ia tidak menerima bujukan, dan mengajak kembali kepada agama nenek moyangnya. Seseorang akan memikul dosa-dosanya bila al-Walid bin al-Mugirah sudi menyumbangkan sedikit dari hartanya. Ia menerima gagasan tersebut, tetapi ia hanya memberikannya sekali saja, dan tidak diberikannya apa-apa sesudah itu. Apakah ia mengetahui sesuatu yang gaib, bahwa temannya itu dapat memikul dosa-dosanya yang ditakutinya pada hari Kiamat nanti? Ditegaskan bahwa syariat-syariat terdahulu tidak membenarkan tentang pemikulan dosa oleh orang lain.

Ayat 35

اَعِنْدَهٗ عِلْمُ الْغَيْبِ فَهُوَ يَرٰى

a‘indahū ‘ilmul-gaibi fahuwa yarā.

Apakah dia mempunyai ilmu tentang yang gaib sehingga dia dapat melihat(nya)?

Menurut Mujahid dan Ibnu Zaid ayat ini turun pada peristiwa al-Walid bin al-Mugirah, dia telah mendengar bacaan Nabi saw dan selalu mendampingi beliau dan menerima nasihat-nasihat daripadanya sehingga hatinya tertarik kepada Islam dan Nabi juga mengharapkan keimanannya. Kebetulan seorang musyrik yang mengetahui keadaan al-Walid mencelanya, dan mengatakan, "apakah akan engkau tinggalkan agama nenek moyangmu? Kembalilah kepada agamamu dan terus berpegang padanya! Saya akan menanggung semua yang mengkhawatirkanmu di akhirat nanti, dengan imbalan engkau berikan kepadaku sesuatu." Al-Walid menyetujui ajakan ini, lalu ia menarik kembali keinginannya memeluk agama Islam. Dengan demikian jadilah dia seorang sesat yang nyata dan dia telah menyerahkan sebagian imbalan yang disetujuinya kepada orang yang dijanjikannya dan ditahan bagian yang lain. Al-Walid hampir saja menjadi seorang Mukmin dan mengikuti petunjuk-petunjuk rasul, lalu salah seorang dari setan-setan manusia menggodanya agar ia tidak menerima bujukan, dan mengajak kembali kepada agama nenek moyangnya. Seseorang akan memikul dosa-dosanya bila al-Walid bin al-Mugirah sudi menyumbangkan sedikit dari hartanya. Ia menerima gagasan tersebut, tetapi ia hanya memberikannya sekali saja, dan tidak diberikannya apa-apa sesudah itu. Apakah ia mengetahui sesuatu yang gaib, bahwa temannya itu dapat memikul dosa-dosanya yang ditakutinya pada hari Kiamat nanti? Ditegaskan bahwa syariat-syariat terdahulu tidak membenarkan tentang pemikulan dosa oleh orang lain.

Ayat 36

اَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِيْ صُحُفِ مُوْسٰى

am lam yunabba' bimā fī ṣuḥufi mūsā.

Ataukah belum diberitakan (kepadanya) apa yang ada dalam lembaran-lembaran (Kitab Suci yang diturunkan kepada) Musa?

Pada ayat ini dijelaskan tentang ketentuan-ketentuan syariat Ibrahim yang telah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, telah menyampaikan risalahnya menurut semestinya, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, "Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia." (al-Baqarah/2: 124)

Ibnu 'Abbas menyatakan, Ibrahim telah menjalankan semua gagasan Islam yang tigapuluh macam banyaknya yang tidak pernah dijalankan oleh nabi yang lain, yaitu sepuluh gagasan tersebut dalam Surah at-Taubah/9 ayat 111 dan 112. Dalam ayat pertama tersebut hanya satu macam gagasan, yaitu berperang pada jalan Allah lalu ia membunuh atau terbunuh, sedang pada ayat kedua disebutkan sembilan macam, yaitu orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (demi agama Islam), yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Sepuluh di Surah al-Ahzab/33, pada ayat 35, yaitu laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah. Enam macam dalam Surah al-Mu'minun/23 dari ayat 2 sampai dengan ayat 9, yaitu: orang yang khusyu' dalam salat, orang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, orang yang menunaikan zakat, orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, mereka adalah orang yang melampaui batas, dan orang yang memelihara amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, orang yang memelihara salatnya. Empat macam dalam Surah al-Ma'arij/70, yaitu mulai dari ayat 26 sampai dengan ayat 33; orang yang mempercayai hari Pembalasan, orang yang takut terhadap azab Tuhannya, karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya), orang yang memelihara kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dikhususkan Ibrahim dengan sifat-sifat tersebut, karena beratnya cobaan yang telah dialaminya ketika terjadi perintah menyembelih putranya Ismail yang sudah jelas ceritanya. Adapun sebab menyebutkan syariat dua Nabi ini saja, karena orang musyrik mengaku bahwa mereka adalah pengikut Ibrahim, sedangkan Ahli Kitab mengaku bahwa mereka pengikut Taurat dan lembaran-lembarannya yang masih dekat masanya dengan mereka. Kemudian Allah menyatakan isi dari kedua syariat tersebut dalam ayat 38 dan 39 berikut.

Ayat 37

وَاِبْرٰهِيْمَ الَّذِيْ وَفّٰىٓ ۙ

wa ibrāhīmal-lażī waffā.

Dan (lembaran-lembaran) Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?

Pada ayat ini dijelaskan tentang ketentuan-ketentuan syariat Ibrahim yang telah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, telah menyampaikan risalahnya menurut semestinya, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, "Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia." (al-Baqarah/2: 124)

Ibnu 'Abbas menyatakan, Ibrahim telah menjalankan semua gagasan Islam yang tigapuluh macam banyaknya yang tidak pernah dijalankan oleh nabi yang lain, yaitu sepuluh gagasan tersebut dalam Surah at-Taubah/9 ayat 111 dan 112. Dalam ayat pertama tersebut hanya satu macam gagasan, yaitu berperang pada jalan Allah lalu ia membunuh atau terbunuh, sedang pada ayat kedua disebutkan sembilan macam, yaitu orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (demi agama Islam), yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Sepuluh di Surah al-Ahzab/33, pada ayat 35, yaitu laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah. Enam macam dalam Surah al-Mu'minun/23 dari ayat 2 sampai dengan ayat 9, yaitu: orang yang khusyu' dalam salat, orang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, orang yang menunaikan zakat, orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, mereka adalah orang yang melampaui batas, dan orang yang memelihara amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, orang yang memelihara salatnya. Empat macam dalam Surah al-Ma'arij/70, yaitu mulai dari ayat 26 sampai dengan ayat 33; orang yang mempercayai hari Pembalasan, orang yang takut terhadap azab Tuhannya, karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya), orang yang memelihara kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dikhususkan Ibrahim dengan sifat-sifat tersebut, karena beratnya cobaan yang telah dialaminya ketika terjadi perintah menyembelih putranya Ismail yang sudah jelas ceritanya. Adapun sebab menyebutkan syariat dua Nabi ini saja, karena orang musyrik mengaku bahwa mereka adalah pengikut Ibrahim, sedangkan Ahli Kitab mengaku bahwa mereka pengikut Taurat dan lembaran-lembarannya yang masih dekat masanya dengan mereka. Kemudian Allah menyatakan isi dari kedua syariat tersebut dalam ayat 38 dan 39 berikut.

Ayat 38

اَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۙ

allā taziru wāziratuw wizra ukhrā.

(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,

Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. Setiap orang yang mengerjakan dosa karena kekafirannya atau karena kemaksiatannya maka dia sendiri yang memikul dosanya, dan tidak akan dipikul oleh orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir/35: 18)

Ayat 39

وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ

wa al laisa lil-insāni illā mā sa‘ā.

dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,

Atas perbuatan yang baik, manusia hanya memperoleh ganjaran dari usahanya sendiri maka dia tidak berhak atas pahala suatu perbuatan yang tidak dilakukannya. Dari ayat tersebut, Imam Malik dan Imam Syafi'i memahami bahwa tidak sah menghadiahkan pahala amalan orang hidup berupa bacaan Al-Qur'an kepada orang mati, karena bukan perbuatan mereka dan usaha mereka. Begitu pula seluruh ibadah badaniah, seperti salat, haji dan tilawah, karena Nabi saw tidak pernah mengutarakan yang demikian kepada umat, tidak pernah menyuruhnya secara sindiran dan tidak pula dengan perantaraan nas dan tidak pula para sahabat menyampaikan kepada kita. Sekiranya tindakan itu baik, tentu mereka telah terlebih dahulu mengerjakannya. Ada pun mengenai sedekah, maka pahalanya sampai kepada orang mati, sebagaimana oleh Muslim dan al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: Apabila seorang anak Adam meninggal dunia putuslah semua amal perbuatan (yang menyampaikan pahala kepadanya) kecuali tiga perkara, anak yang saleh yang berdoa kepadanya, sedekah jariah (wakaf) sesudahnya dan ilmu yang dapat diambil manfaatnya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Sebenarnya ini semua termasuk usaha seseorang, jerih payahnya, sebagaimana tersebut dalam hadist :

Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah hasil usahanya sendiri dan anaknya termasuk usahanya juga.(Riwayat anNasa'i dan Ibnu hibban) Sedekah jariah seperti wakaf adalah bekas usahanya, Allah berfirman:

Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekasbekas yang mereka (tinggalkan). (Yasin/36: 12)

Ilmu yang disebarkan lalu orang-orang mengikutinya dan mengamalkannya termasuk juga usahanya. Dan telah diriwayatkan di antaranya hadis sahih: ÙŽOrang yang mengajak kepada suatu petunjuk maka baginya pahala yang serupa dengan pahala orang yang mengikuti petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikit pun. (Riwayat Muslim)

Imam Ahmad bin hanbal dan sebagian besar pengikut Syafi'i berpendapat bahwa pahala bacaan sampai kepada orang mati, bila bacaan itu tidak dibayar dengan upah. Tetapi bila bacaan itu dengan upah, sebagaimana biasa terjadi sekarang, maka pahalanya tidak sampai kepada orang mati, karena haram mengambil upah untuk membaca Al-Qur'an, meskipun boleh mengambil upah mengajarinya.Termasuk ibadah yang pahalanya sampai kepada orang lain adalah doa dan sedekah. (

Ayat 40

وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰىۖ

wa anna sa‘yahū saufa yurā.

dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya),

Amal perbuatan seseorang akan diperlihatkan di hari mahsyar sehingga semua orang akan dapat melihatnya. Ini berarti penghormatan bagi orang-orang baik dan penghinaan bagi orangorang jahat. Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (at-Taubah/9: 105)

Ayat 41

ثُمَّ يُجْزٰىهُ الْجَزَاۤءَ الْاَوْفٰىۙ

Ṡumma yujzāhul-jazā'al-aufā.

kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,

Ayat ini menyatakan bahwa Allah akan membalas amal perbuatan seseorang dengan balasan yang lebih sempurna dengan melipatgandakan baginya perbuatan baik, dan membalas suatu kejahatan dengan yang serupa atau dimaafkan.

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (al-hijr/15: 49-50)

Ayat 42

وَاَنَّ اِلٰى رَبِّكَ الْمُنْتَهٰىۙ

wa anna ilā rabbikal-muntahā.

dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu),

Allah tempat kembali segala sesuatu pada hari Kiamat dan Ia akan menghisab yang kecil dan besar, lalu Ia memberi pahala atau siksa sesuai dengan perbuatan mereka masing-masing. Ayat ini merupakan peringatan keras bagi orang jahat, dan bujukan yang halus bagi orang-orang baik dan sebagai penghibur hati bagi Nabi Muhammad saw, seperti firman-Nya:

Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. (Yasin/36: 76)

Ayat 43

وَاَنَّهٗ هُوَ اَضْحَكَ وَاَبْكٰى

wa annahū huwa aḍḥaka wa abkā.

dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,

Allah-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis serta sebab-sebabnya. Maksudnya, Dia yang menjadikan manusia gembira karena perbuatannya yang baik, dan Dia yang menyebabkan manusia sedih, menangis dan prihatin karena perbuatannya, yaitu perbuatan yang menyenangkan atau menyusahkan

Ayat 44

وَاَنَّهٗ هُوَ اَمَاتَ وَاَحْيَاۙ

wa annahū huwa amāta wa aḥyā.

dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,

Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa sesungguhnya Dia-lah yang menjadikan mati dan hidup karena Dia adalah zat yang sanggup untuk menghidupkan, mematikan dan menghidupkan kembali. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun. (al-Mulk/67: 2)

Ayat 45

وَاَنَّهٗ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىۙ

wa annahū khalaqaz-zaujainiż-żakara wal-unṡā.

dan sesungguhnya Dialah yang men-ciptakan pasangan laki-laki dan perempuan,

Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan dari "air mani yang dipancarkan ke dalam rahim." Kemudian dihembuskannya ruh, sehingga dia hidup dan bergerak. Ayat 45 kembali menjelaskan mengenai keberpasangan ciptaan. Uraiannya dapat dilihat pada beberapa ayat terdahulu, seperti: Yasin/36: 36; ar-Ra'd/13: 3; asy-Syu'ara'/26: 7; dan adhdzariyat/51: 49. Ayat 46 menjelaskan penciptaan manusia yang datangnya dari pasangan laki-laki dan perempuan, sebagai tercantum dalam beberapa ayat sebelumnya. Air mani sebagai salah satu komponen pembentuk kehidupan diuraikan secara sepintas saja. Penjelasannya dapat ditemui pada beberapa uraian dalam ayat-ayat, seperti, alhajj/22: 5; al-Mu'minun/23: 13-14; dan Fathir/35: 11. Dalam ayatayat tersebut telah diuraikan secara sangat rinci bertahap-tahap dalam proses pengembangan embrio manusia. Bahkan mengenai air mani sendiri, dijelaskan, antara lain, pada ayat-ayat as-Sajdah/32: 7-9. Penjelasan selanjutnya, yang sangat ilmiah, ditemukan pada penjelasan dari Surah ath-thariq/86: 6-7 dan al-Insan/76: 2.

Ayat 46

مِنْ نُّطْفَةٍ اِذَا تُمْنٰىۙ

min nuṭfatin iżā tumnā.

dari mani, apabila dipancarkan,

Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan dari "air mani yang dipancarkan ke dalam rahim." Kemudian dihembuskannya ruh, sehingga dia hidup dan bergerak. Ayat 45 kembali menjelaskan mengenai keberpasangan ciptaan. Uraiannya dapat dilihat pada beberapa ayat terdahulu, seperti: Yasin/36: 36; ar-Ra'd/13: 3; asy-Syu'ara'/26: 7; dan adhdzariyat/51: 49. Ayat 46 menjelaskan penciptaan manusia yang datangnya dari pasangan laki-laki dan perempuan, sebagai tercantum dalam beberapa ayat sebelumnya. Air mani sebagai salah satu komponen pembentuk kehidupan diuraikan secara sepintas saja. Penjelasannya dapat ditemui pada beberapa uraian dalam ayat-ayat, seperti, alhajj/22: 5; al-Mu'minun/23: 13-14; dan Fathir/35: 11. Dalam ayatayat tersebut telah diuraikan secara sangat rinci bertahap-tahap dalam proses pengembangan embrio manusia. Bahkan mengenai air mani sendiri, dijelaskan, antara lain, pada ayat-ayat as-Sajdah/32: 7-9. Penjelasan selanjutnya, yang sangat ilmiah, ditemukan pada penjelasan dari Surah ath-thariq/86: 6-7 dan al-Insan/76: 2.

Ayat 47

وَاَنَّ عَلَيْهِ النَّشْاَةَ الْاُخْرٰىۙ

wa anna ‘alaihin nasy'atal-ukhrā.

dan sesungguhnya Dialah yang menetapkan penciptaan yang lain (kebangkitan setelah mati),

Allah yang menghidupkan manusia sesudah mati untuk membalas orang yang berbuat baik atau jahat sesuai dengan apa yang dikerjakannya

Ayat 48

وَاَنَّهٗ هُوَ اَغْنٰى وَاَقْنٰىۙ

wa annahū huwa agnā wa aqnā.

dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan.

Allah yang memberikan kekayaan atau kemiskinan bagi orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-Nya, sesuai dengan kesanggupan dan usaha masing-masing. Ayat ini menunjukkan kekuasaan yang sempurna, bahwa nuthfah (setetes mani) adalah sesuai bagian-bagiannya menurut kenyataan. Dari nutfah ini Allah jadikan bermacam-macam anggota, tabiat yang berlain-lainan dan laki-laki atau perempuan, maka tidak ada orang yang mengaku dapat membuatnya, sebagaimana tidak ada yang mengaku menjadikan langit dan bumi selain Allah.

Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah." (Luqman/31: 25)

Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian (mani itu) menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang lakilaki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (al-Qiyamah/75: 36-40)

Ayat 49

وَاَنَّهٗ هُوَ رَبُّ الشِّعْرٰىۙ

wa annahū huwa rabbusy-syi‘rā.

dan sesungguhnya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi‘ra,

Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia-lah Tuhan yang memiliki bintang Syi'ra, yang sangat gemerlapan ini, yang terbit beriringan dengan bintang Jauza' di pertengahan musim panas. Mengkhususkan sebutan bintang ini dari planet-planet angkasa lainnya yang lebih besar dan lebih gemerlapan, karena bintang ini disembah pada zaman jahiliyah, yang menyembahnya adalah kabilah Himyar dan Khuza'ah. Orang pertama yang mengadakan penyembahan ini adalah Abu Kabsyah. Dia adalah pembesar bangsa Arab, sehingga orang Quraisy menyatakan, bahwa Nabi Muhammad saw, adalah anak Abu Kabsyah, sebagai persamaan karena berbeda dalam hal prinsip agamanya dengan agama nenek moyang mereka. Abu Kabsyah ini adalah salah seorang dari nenek Nabi Muhammad saw, dari pihak ibunya. Sebagaimana yang dikatakan Abu Sufyan ketika ia berada di hadapan Heraklius yang menjadi Pembesar Rum, "Sungguh telah menjadi besar persoalan anak Abu Kabsyah ini (Nabi saw). Di antara bangsa Arab ada yang memuja bintang dan mengakui pengaruhnya terhadap alam semesta dan mereka membicarakan tentang masalah-masalah yang gaib ketika bintang itu terbit. Bintang Syi'ra ini ada dua, satu di antaranya berada di sebelah Syam (Palestina) dan yang lain berada di sebelah Yaman. Keterangan inilah yang dimaksudkan di sini yang disembah selain Allah.

Ayat 50

وَاَنَّهٗٓ اَهْلَكَ عَادًا ۨالْاُوْلٰىۙ

wa annahū ahlaka ‘ādanil-ūlā.

dan sesungguhnya Dialah yang telah membinasakan kaum ‘Ad dahulu kala,

Allah yang membinasakan kaum 'Ad yang pertama yaitu kaum Nabi Hud, dan yang dimaksud dengan kaum 'Ad yang kedua ialah kaum Iram bin Sam bin Nuh.

Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) 'Ad? (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum 'Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain. (al-Fajr/89: 6-8)

Kaum 'Ad kedua ini golongan manusia yang sangat kuat dan banyak berbuat durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, Kemudian Allah membinasakan mereka dengan angin yang sangat dingin dan kencang, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan tujuh hari terus-menerus. (

Ayat 51

وَثَمُوْدَا۟ فَمَآ اَبْقٰىۙ

wa ṡamūda famā abqā.

dan kaum Samud, tidak seorang pun yang ditinggalkan-Nya (hidup),

Allah membinasakan kaum Samud dan tidak membiarkan mereka hidup, bahkan mereka disiksa dengan azab Tuhan yang sangat dahsyat, dalam ayat yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:

Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka? (al-haqqah/69: 8)

Ayat 52

وَقَوْمَ نُوْحٍ مِّنْ قَبْلُۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا هُمْ اَظْلَمَ وَاَطْغٰىۗ

wa qauma nūḥim min qabl(u), innahum kānū hum aẓlama wa aṭgā.

dan (juga) kaum Nuh sebelum itu. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka.

Allah membinasakan kaum Nuh sebelum kaum 'Ad dan Samud. Mereka lebih zalim daripada kedua kaum ini, karena mereka adalah orang-orang yang pertama membuat kezaliman dan kedurhakaan sedangkan orang yang paling zalim, sebagaimana hadis Nabi, "Barang siapa mengadakan suatu perbuatan jahat, maka dia memikul dosanya." Kaum Nuh lebih durhaka daripada kaum 'Ad dan Samud, karena mereka telah melampaui batas, padahal sejak lama mereka telah mendengar seruan Nabi Nuh, namun mereka tetap membangkang sehingga Nabi Nuh habis kesabarannya dan mendoakan kebinasaan mereka.

Dan Nuh berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh/71: 26)

Ada seorang ayah yang membawa anaknya pergi menemui Nuh untuk memperingatkannya seraya mengatakan kepada anaknya, "Wahai anakku! Ayahku dahulu membawa aku kepada orang ini, seperti sekarang aku membawamu. Awas engkau jangan mempercayainya!" Si ayah mati dalam kekafirannya sedang anaknya yang masih kecil hidup berpegang kepada wasiat ayahnya, sehingga seruan Nuh mengajar manusia beriman tidak mempengaruhi lagi anak itu.

Ayat 53

وَالْمُؤْتَفِكَةَ اَهْوٰىۙ

wal-mu'tafikata ahwā.

Dan prahara angin telah meruntuhkan (negeri kaum Lut),

Allah telah memusnahkan kaum Lut dengan menjungkirbalikkan negeri mereka dan menurunkan azab kepada mereka berupa hujan batu yang terbakar, sambil menghujani mereka dengan batu-batu dari tanah yang terbakar, bertubi-tubi. Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:

Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (asy-Syu'ara'/26: 173)

Inilah yang dikehendaki oleh Allah dengan firman-Nya, "Allah menimpakan atas negeri mereka azab yang menimpanya." Pengungkapan keadaan dengan kata-kata tersebut menunjukkan kehebatan azab yang menimpa mereka karena Allah membalikkanNya, yang atas menjadi bawah dan bawah menjadi atas. Keterangan yang jelas dan nyata itu tak dapat meyakinkan mereka, bahkan membikin mereka ragu-ragu, mereka menertawakannya, walaupun Nabi Muhammad saw terus-menerus memperingatkan mereka. Sebenarnya mereka harus menangis atas kesalahan dan kelengahan mereka dan sembah sujud kepada Allah.

Ayat 54

فَغَشّٰىهَا مَا غَشّٰىۚ

fa gasysyāhā mā gasysyā.

lalu menimbuni negeri itu (sebagai azab) dengan (puing-puing) yang menimpanya.

Allah telah memusnahkan kaum Lut dengan menjungkirbalikkan negeri mereka dan menurunkan azab kepada mereka berupa hujan batu yang terbakar, sambil menghujani mereka dengan batu-batu dari tanah yang terbakar, bertubi-tubi. Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:

Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (asy-Syu'ara'/26: 173)

Inilah yang dikehendaki oleh Allah dengan firman-Nya, "Allah menimpakan atas negeri mereka azab yang menimpanya." Pengungkapan keadaan dengan kata-kata tersebut menunjukkan kehebatan azab yang menimpa mereka karena Allah membalikkanNya, yang atas menjadi bawah dan bawah menjadi atas. Keterangan yang jelas dan nyata itu tak dapat meyakinkan mereka, bahkan membikin mereka ragu-ragu, mereka menertawakannya, walaupun Nabi Muhammad saw terus-menerus memperingatkan mereka. Sebenarnya mereka harus menangis atas kesalahan dan kelengahan mereka dan sembah sujud kepada Allah.

Ayat 55

فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكَ تَتَمَارٰى

fa bi'ayyi ālā'i rabbika tatamārā.

Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah yang masih kamu ragukan?

Allah menyatakan dalam bentuk pertanyaan kepada manusia tentang nikmat-Nya yang manakah, yang masih diragukan, dalam ayat berikut ini yang sama maksudnya.

Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia. (al-Infithar/82: 6)

Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah. (al-Kahf/18: 54)

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (arRahman/55: 16) Pada hakikatnya musibah yang menimpa itu dapat membawa manusia kepada kesadaran bagi mereka yang memperhatikannya. Semua nikmat itu adalah bukti yang nyata atas ke-Esaan Allah.

Ayat 56

هٰذَا نَذِيْرٌ مِّنَ النُّذُرِ الْاُوْلٰى

hāżā nażīrum minan-nużuril-ūlā.

Ini (Muhammad) salah seorang pemberi peringatan di antara para pemberi peringatan yang telah terdahulu.

Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw dengan Al-Qur'annya adalah pemberi peringatan terhadap orang yang menyimpang dari petunjuk-Nya dengan mengikuti hawa nafsu yang membawa kepada kecelakaan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad saw, seperti para rasul sebelumnya, menyampaikan seruan kepada manusia, tetapi sebagian manusia mendustakan kerasulan-Nya, maka Allah menghancurkan dan menjatuhkan azab kepada mereka sesuai dengan kedustaan dan keingkaran mereka terhadap nikmat-nikmat yang terus-menerus datang dari Tuhan, dalam ayat yang lain:

Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras." (Saba'/34: 46)

Dalam hadis Nabi yang ada hubungannya dengan ayat ini yaitu: Saya pemberi peringatan yang tak berpakaian. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Maksudnya, karena terburu-buru melihat kejahatan, sehingga tidak sempat memakai pakaian, terus berangkat untuk mengingatkan kaumnya. Bisa juga berarti polos dan tegas. (

Ayat 57

اَزِفَتِ الْاٰزِفَةُ ۚ

azifatil-āzifah(tu).

Yang dekat (hari Kiamat) telah makin mendekat.

Ayat ini menerangkan, bahwa hari Kiamat sudah dekat masanya dan neraka telah tersedia, tiap manusia akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya, maka waspadalah, agar kamu tidak termasuk di antara orang yang binasa, yaitu pada suatu hari yang tidak berguna. Pada waktu itu harta dan anak, kecuali orang yang datang menghadapi Allah dengan hati yang bersih pada hari seorang anggota keluarga tidak dapat memberi manfaat kepada anggota keluarga lainnya sedikit pun dan mereka tidak mendapat pertolongan apa pun.

Apabila terjadi hari Kiamat, terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal). (al-Waqi'ah/56: 1-2) Dan tersebut dalam hadis: Kerasulanku ini dibandingkan dengan hari Kiamat adalah seperti dua ini, dan beliau menceraikan antara dua anak jari-jari tengah dan telunjuk. (Riwayat Ahmad

Ayat 58

لَيْسَ لَهَا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ كَاشِفَةٌ ۗ

laisa lahā min dūnillāhi kāsyifah(tun).

Tidak ada yang akan dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu) selain Allah.

Ayat ini menerangkan bahwa, tidak ada seorang pun yang mengetahui waktu tibanya hari Kiamat selain dari Allah, maka bersiap-siaplah untuk menghadapi hari itu sebelum datang secara tibatiba, dalam keadaan kamu tidak memperkirakan. Kamu akan menyesali kesalahan yang tidak ada gunanya, karenanya, beramallah selama masih ada kesempatan untuk beramal. Dengan ayat ini diungkapkan tiga macam dasar agama yaitu: 1. Keesaan Allah berdasarkan firman-Nya; maka dengan nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu? 2. Pengukuhan kerasulan Nabi Muhammad saw, dengan firman-Nya; ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan. 3. Pengukuhan tentang adanya pengumpulan dan kebangkitan pada hari Kiamat dengan firman-Nya; telah dekatlah kejadiannya hari Kiamat.

Ayat 59

اَفَمِنْ هٰذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَۙ

afamin hāżal-ḥadīṡi ta‘jabūn(a).

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?

Ayat ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, maksudnya: Apakah layak bagi kamu, sesudah keterangan yang jelas itu bahwa manusia merasa heran terhadap Al-Qur'an, sedang AlQur'an membawa petunjuk untuk kamu ke jalan yang benar dan menghantarkan kamu ke jalan yang lurus; atau kamu masih memandangnya rendah dengan mencemoohkan dan berpaling dari padanya. Al-Baihaqi dalam Kitab Syu'abul Iman meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Ketika turun firman Allah 'maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?" Ahli Suffah menangis sehingga mengalir air mata mereka ke pipi. Dan ketika Nabi Muhammad saw melihat tangisan mereka beliau pun menangis, lalu kami menangis karena tangisan beliau, seraya berkata: Tidak akan masuk neraka orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang-orang yang terusmenerus mengerjakan maksiat Dan kalaulah orang-orang tidak melakukan dosa sungguh Allah akan mendatangkan orang-orang yang berdosa, lalu mereka beristigfar, maka Allah mengampuni mereka. (Riwayat al-Baihaqi)

Kemudian Allah menyatakan kewajiban mengagungkan dan khusyu' ketika mendengar Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:

Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (al-Isra'/17: 109)

Ayat 60

وَتَضْحَكُوْنَ وَلَا تَبْكُوْنَۙ

wa taḍḥakūna wa lā tabkūn(a).

dan kamu tertawakan dan tidak menangis,

Ayat ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, maksudnya: Apakah layak bagi kamu, sesudah keterangan yang jelas itu bahwa manusia merasa heran terhadap Al-Qur'an, sedang AlQur'an membawa petunjuk untuk kamu ke jalan yang benar dan menghantarkan kamu ke jalan yang lurus; atau kamu masih memandangnya rendah dengan mencemoohkan dan berpaling dari padanya. Al-Baihaqi dalam Kitab Syu'abul Iman meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Ketika turun firman Allah 'maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?" Ahli Suffah menangis sehingga mengalir air mata mereka ke pipi. Dan ketika Nabi Muhammad saw melihat tangisan mereka beliau pun menangis, lalu kami menangis karena tangisan beliau, seraya berkata: Tidak akan masuk neraka orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang-orang yang terusmenerus mengerjakan maksiat Dan kalaulah orang-orang tidak melakukan dosa sungguh Allah akan mendatangkan orang-orang yang berdosa, lalu mereka beristigfar, maka Allah mengampuni mereka. (Riwayat al-Baihaqi)

Kemudian Allah menyatakan kewajiban mengagungkan dan khusyu' ketika mendengar Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:

Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (al-Isra'/17: 109)

Ayat 61

وَاَنْتُمْ سٰمِدُوْنَ

wa antum sāmidūn(a).

sedang kamu lengah (darinya).

Ayat ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, maksudnya: Apakah layak bagi kamu, sesudah keterangan yang jelas itu bahwa manusia merasa heran terhadap Al-Qur'an, sedang AlQur'an membawa petunjuk untuk kamu ke jalan yang benar dan menghantarkan kamu ke jalan yang lurus; atau kamu masih memandangnya rendah dengan mencemoohkan dan berpaling dari padanya. Al-Baihaqi dalam Kitab Syu'abul Iman meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Ketika turun firman Allah 'maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?" Ahli Suffah menangis sehingga mengalir air mata mereka ke pipi. Dan ketika Nabi Muhammad saw melihat tangisan mereka beliau pun menangis, lalu kami menangis karena tangisan beliau, seraya berkata: Tidak akan masuk neraka orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang-orang yang terusmenerus mengerjakan maksiat Dan kalaulah orang-orang tidak melakukan dosa sungguh Allah akan mendatangkan orang-orang yang berdosa, lalu mereka beristigfar, maka Allah mengampuni mereka. (Riwayat al-Baihaqi)

Kemudian Allah menyatakan kewajiban mengagungkan dan khusyu' ketika mendengar Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:

Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (al-Isra'/17: 109)

Ayat 62

فَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ وَاعْبُدُوْا ࣖ ۩

fasjudū lillāhi wa‘budū.

Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).

Ayat ini memerintahkan manusia supaya tunduk dan beribadah kepada Allah dengan ikhlas, karena Allah menurunkan AlQur'an kepada manusia melalui rasul-Nya, tugasnya memberi petunjuk dan membawa berita gembira. Hendaklah manusia menyambut Al-Qur'an itu dengan meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tidak membawa manfaat.

An-Najm (62 ayat)

Ads

#HaditsPilihan

Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada kami Mu'adz bin Hisyam dia berkata, telah menceritakan kepada kami bapakku dari Qatadah dia berkata, telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik bahwa Nabi Allah (dalam satu perjalanan), sedangkan Mu'adz bin Jabal dibonceng di atas kendaraan beliau, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasal... Selengkapnya

HR. Muslim