الجاثية
Terdapat 37 ayat dan diturunkan di Mekah
Surat Al Jaatsiyah terdiri atas 37 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ad Dukhaan. Dinamai dengan Al Jaatsiyah (yang berlutut) diambil dari perkataan Jaatsiyah yang terdapat pada ayat 28 surat ini. Ayat tersebut menerangkan tentang keadaan manusia pada hari kiamat, yaitu semua manusia dikumpulkan ke hadapan mahkamah Allah Yang Maha Tinggi yang memberikan keputusan terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan di dunia. Pada hari itu semua manusia berlutut di hadapan Allah. Dinamai juga dengan Asy Syari'ah diambil dari perkataan Syari'ah (Syari'at) yang terdapat pada ayat 18 surat ini.
Ayat 1
حٰمۤ ۚ
Ḥā mīm.
Ha Mim
Ayat pertama terdiri dari huruf-huruf hijaiah, sebagaimana terdapat pada permulaan beberapa surah Al-Qur'an. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud huruf-huruf itu. Selanjutnya dipersilahkan menelaah masalah ini pada "Al-Qur'an dan Tafsirnya" jilid I yaitu tafsir ayat pertama Surah al-Baqarah."
Pada ayat berikutnya Allah Yang Mahaperkasa dan Mahabijaksana menjelaskan bahwa kitab Al-Qur'an yang sempurna itu diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. Disebutkan sifat Allah "Mahaperkasa" dalam ayat ini agar tergambar dalam pikiran orang yang membaca atau mendengarnya, bahwa yang menurunkan kitab Al-Qur'an itu ialah Zat yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, tidak dapat ditandingi dan tidak dapat dibantah kehendak-Nya. Keinginan dan kehendak-Nya pasti terlaksana sesuai dengan rencana-Nya, tidak ada kekuasaan lain yang mampu menghalang-halangi dan mengubahnya.
Demikian pula ditonjolkan sifat "Mahabijaksana" dalam ayat ini agar dipahami, bahwa dalam melaksanakan kehendak dan kekuasaan-Nya itu, Dia melaksanakan keadilan yang merata pada setiap makhluk-Nya. Dia bertindak, menciptakan dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan guna dan faedahnya. Kebijaksanaan ini dapat disaksikan pada seluruh tindakan dan semua makhluk yang diciptakan-Nya, dari tingkat yang paling sederhana sampai ke tingkat yang paling sempurna.
Pada tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan susunan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku pada tata surya, orang dapat mengetahui bahwa pada tiap-tiap makhluk ada hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang tidak dapat dilanggar; semuanya harus tunduk dan patuh baik secara sukarela maupun terpaksa. Tidak satu makhluk pun yang melanggar dan menyalahi hukum dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah baginya, kecuali akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran.
Apabila orang mau menggunakan pikirannya yang jernih dan sehat tentu akan mengakui kekuasaan dan kebijaksanaan Allah terhadap semua makhluk-Nya. Dan apabila ia telah yakin akan hal itu, tentu ia akan menerima dan mengamalkan Al-Qur'an sebagai wahyu dan petunjuk Allah. Hal ini juga berarti bahwa diturunkannya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab, disampaikan untuk pertama kalinya kepada orang-orang Quraisy, kemudian baru tersebar ke seluruh penjuru dunia, ada hikmatnya sesuai dengan guna dan faedahnya. Hikmah, guna dan faedahnya itu diketahui manusia dengan perantaraan Al-Qur'an sendiri. Ada yang diketahui berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dipunyai oleh seseorang, dan ada yang belum diketahui oleh manusia, karena Yang Mahatahu hanyalah Allah.
Ayat 2
تَنْزِيْلُ الْكِتٰبِ مِنَ اللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ
tanzīlul-kitābi minallāhil-‘azīzil-ḥakīm(i).
Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Ayat pertama terdiri dari huruf-huruf hijaiah, sebagaimana terdapat pada permulaan beberapa surah Al-Qur'an. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud huruf-huruf itu. Selanjutnya dipersilahkan menelaah masalah ini pada "Al-Qur'an dan Tafsirnya" jilid I yaitu tafsir ayat pertama Surah al-Baqarah."
Pada ayat berikutnya Allah Yang Mahaperkasa dan Mahabijaksana menjelaskan bahwa kitab Al-Qur'an yang sempurna itu diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. Disebutkan sifat Allah "Mahaperkasa" dalam ayat ini agar tergambar dalam pikiran orang yang membaca atau mendengarnya, bahwa yang menurunkan kitab Al-Qur'an itu ialah Zat yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, tidak dapat ditandingi dan tidak dapat dibantah kehendak-Nya. Keinginan dan kehendak-Nya pasti terlaksana sesuai dengan rencana-Nya, tidak ada kekuasaan lain yang mampu menghalang-halangi dan mengubahnya.
Demikian pula ditonjolkan sifat "Mahabijaksana" dalam ayat ini agar dipahami, bahwa dalam melaksanakan kehendak dan kekuasaan-Nya itu, Dia melaksanakan keadilan yang merata pada setiap makhluk-Nya. Dia bertindak, menciptakan dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan guna dan faedahnya. Kebijaksanaan ini dapat disaksikan pada seluruh tindakan dan semua makhluk yang diciptakan-Nya, dari tingkat yang paling sederhana sampai ke tingkat yang paling sempurna.
Pada tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan susunan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku pada tata surya, orang dapat mengetahui bahwa pada tiap-tiap makhluk ada hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang tidak dapat dilanggar; semuanya harus tunduk dan patuh baik secara sukarela maupun terpaksa. Tidak satu makhluk pun yang melanggar dan menyalahi hukum dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah baginya, kecuali akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran.
Apabila orang mau menggunakan pikirannya yang jernih dan sehat tentu akan mengakui kekuasaan dan kebijaksanaan Allah terhadap semua makhluk-Nya. Dan apabila ia telah yakin akan hal itu, tentu ia akan menerima dan mengamalkan Al-Qur'an sebagai wahyu dan petunjuk Allah. Hal ini juga berarti bahwa diturunkannya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab, disampaikan untuk pertama kalinya kepada orang-orang Quraisy, kemudian baru tersebar ke seluruh penjuru dunia, ada hikmatnya sesuai dengan guna dan faedahnya. Hikmah, guna dan faedahnya itu diketahui manusia dengan perantaraan Al-Qur'an sendiri. Ada yang diketahui berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dipunyai oleh seseorang, dan ada yang belum diketahui oleh manusia, karena Yang Mahatahu hanyalah Allah.
Ayat 3
اِنَّ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۗ
inna fis-samāwāti wal-arḍi la'āyātil lil-mu'minīn(a).
Sungguh, pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang mukmin.
Ayat ini menerangkan bahwa sebagai bukti Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, dapat dilihat pada kejadian langit, bumi, pada diri manusia dan pada binatang yang beraneka ragam macamnya. Ditegaskan bahwa di langit dan di bumi, banyak sekali terdapat tanda-tanda kekuasaan dan keperkasaan Allah. Orang yang berpikiran sederhana, pasti akan berkesimpulan bahwa di balik kejadian langit dan bumi beserta semua yang ada di antaranya, tentu ada zat yang Maha Pencipta lagi Mahakuasa. Apalagi orang yang tinggi ilmunya, tentu lebih dapat memahaminya lagi.
Penciptaan langit, bumi dan isinya yang sangat menakjubkan sebagai tanda keagungan dan kekuasaan Allah bagi orang beriman, dan menunjukkan Allah-lah yang berhak disembah bukan selain Dia.
Dalam ayat ini disebutkan orang yang beriman bukan yang lainnya, karena merekalah yang dapat mengambil manfaat bahwa pencipta langit dan bumi adalah Allah, maka mereka tidak menyembah kecuali kepada-Nya.
Pada akhir ayat ini, Allah menjelaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di langit dan di bumi itu menjadi tanda dan bukti wujud dan kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. Dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di langit dan di bumi itu, orang yang berjiwa bersih, berpikiran sehat yang ingin mencari kebenaran dan tidak dipengaruhi oleh godaan setan tentulah akan menjadi orang yang menerima kenyataan bahwa Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad saw itu benar-benar wahyu dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang ingin hidup bahagia di dunia dan di akhirat nanti. Sebaliknya, jiwa seseorang yang dikotori oleh noda-noda kemaksiatan, pikiran yang telah dibelenggu oleh kepercayaan syirik telah tergoda oleh tipu daya setan, maka bagaimana pun jelas dan cerahnya tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, mereka tidak akan dapat merasakan dan menghayatinya. Karena itu, mereka tetap bergelimang dalam kekafiran dan kemaksiatan.
Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebar baik di langit maupun di bumi. Sebagai contoh adalah berkaitan dengan benda-benda langit seperti terurai pada Surah al-An'am/6: 96-97.
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Kami telah menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (al-An'am/6: 96-97).
Menurut kajian saintis, manusia sejak awal peradaban telah mengunakan benda-benda di langit seperti matahari dan bumi sebagai perhitungan penanggalan. Penanggalan berbasis pada 'gerak dan posisi matahari di langit bumi, atau yang dikenal dengan Solar Calendar, telah dilakukan oleh peradaban Barat (berasal dari Romawi dan Yunani), India; sedang peradaban Yahudi, Arab, Cina, juga India menggunakan Lunar Calendar, yaitu perhitungan berbasiskan kepada 'gerak dan posisi bulan di langit bumi. Dalam bahasa astronomi, Solar Calendar berbasiskan pada lintasan-orbit bumi terhadap posisi matahari, sedang Lunar Calendar berbasis pada lintasan-orbit bulan terhadap posisi bumi dan matahari. Demikian halnya bintang-bintang di langit sebagai yang digunakan sebagai indikator navigasi. Dalam bahasa ilmiah, indikator navigasi yang menggunakan atau berbasiskan posisi bintang-bintang di langit ini disebut stellar navigation. Stellar navigation juga telah digunakan oleh para pengembara darat untuk menentukan arah perjalanannya. Dalam dunia modern sekarang ini, ternyata stellar navigation juga telah digunakan oleh pesawat antariksa, seperti jenis pesawat Ulang-alik (Space Shuttle): Columbia, Challenger, dan Enterprise.
Demikan halnya tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dijumpai di bumi. Salah satunya adalah seperti disebut dalam Surah asy-Syura/42: 32 di atas, di mana gunung-gunung yang menurut awam tetap di tempatnya, ternyata mengapung dan bergerak.
Ayat 4
وَفِيْ خَلْقِكُمْ وَمَا يَبُثُّ مِنْ دَاۤبَّةٍ اٰيٰتٌ لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَۙ
wa fī khalqikum wa mā yabuṡṡu min dābbatin āyātul liqaumiy yūqinūn(a).
Dan pada penciptaan dirimu dan pada makhluk bergerak yang bernyawa yang bertebaran (di bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk kaum yang meyakini,
Allah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya pada kejadian manusia sendiri dan pada penciptaan binatang yang beraneka ragam jenis dan bentuknya.
Manusia diciptakan Allah dari unsur-unsur yang terdapat di dalam tanah. Berbagai zat yang terdiri dari karbohidrat, protein, zat lemak, zat gula, berbagai macam garam, berbagai macam vitamin, zat besi, dan sebagainya terkumpul dalam tubuh manusia, melalui makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan itu semua berasal dari tanah. Allah berfirman:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (ar-Rum/30: 20)
Sebagian dari zat yang dimakan manusia itu ada yang menjadi spermatozoa pada diri laki-laki dan ovum pada diri perempuan. Sperma dan ovum itu bertemu, pada saat terjadinya senggama antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian terjadilah pembuahan. Benih itu makin lama makin besar. Empatpuluh hari kemudian, terbentuklah jaringan-jaringan yang dipenuhi pembuluh-pembuluh darah. Empatpuluh hari kemudian, terlihatlah calon janin yang berbentuk seperti darah yang mengental. Kemudian setelah empatpuluh hari terbentuklah janin yang melekat pada dinding rahim. Pada saat itulah, mulai terlihat tanda-tanda kehidupan dan jantung bayi itu mulai berdenyut. Denyut jantung bayi itu telah dapat didengar apabila orang menempelkan telinganya ke bagian perut ibu yang sedang mengandung. Sejak terjadinya pembuahan dalam kandungan ibu sampai kepada terlihatnya tanda-tanda kehidupan, diperlukan waktu empat bulan. Lima bulan sepuluh hari setelah itu, lahirlah janin dari kandungan. Sejak itulah bayi itu bernapas dengan paru-parunya yang telah mulai bekerja, dan sejak itu pula ia berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang tuanya, terutama kepada ibunya. Dia telah diberi akal, perasaan dan kemampuan bekerja sehingga dengan kemampuan yang diberikan itu, ia telah dapat melaksanakan tugas hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Akhirnya ia menjadi tua dan meninggal dunia.
Penciptaan manusia Allah jelaskan dalam firman-Nya:
Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti. (Gafir/40: 67)
Dengan memperhatikan proses penciptaan manusia, bagaimana sulit dan ruwetnya hukum-hukum yang berlaku dalam penciptaan itu, orang yang sadar akan mengakui kekuasaan dan keagungan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah menunjukkan juga tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya yang terdapat pada kejadian dan kehidupan binatang melata yang beraneka ragam, jenis, macamnya, dan cara-cara kehidupannya. Dengan memperhatikan bentuknya, orang dapat membedakan binatang. Ada binatang yang beruas tulang belakang yang dalam Ilmu Hayat disebut "vertebrata", ada yang tidak beruas tulang belakang (invertebrata). Binatang yang beruas tulang belakang dibagi atas beberapa bagian seperti mamalia (binatang menyusui), jenis burung (aves), jenis binatang melata (reptilia), jenis binatang yang hidup di darat dan di air (amphibia), jenis ikan (pisces).
Binatang yang tidak beruas tulang belakang dibeda-bedakan lagi menjadi beberapa bahagian seperti binatang berkutu (insektifora), binatang lunak (mollusca), hingga binatang yang bersel satu (protozoa). Tiap-tiap jenis dan macam binatang itu mempunyai hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan sendiri-sendiri yang disusun dengan rapi seperti cara hidup, makanannya, cara berkembang biak, cara mempertahankan hidup, sampai kepada keagungan dan faedahnya. Dan hal-hal yang diterangkan itu akan menjadi i'tibar dan pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir dan ingin mengetahui betapa Maha Tingginya Ilmu penciptanya; dengan demikian, akan memperkuat iman di hatinya.
Ayat 5
وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ رِّزْقٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ اٰيٰتٌ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
wakhtilāfil-laili wan-nahāri wa mā anzalallāhu minas-samā'i mir rizqin fa aḥyā bihil-arḍa ba‘da mautihā wa taṣrīfir-riyāḥi āyātul liqaumiy ya‘qilūn(a).
dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dengan (air hujan) itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering); dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.
Pada ayat ini, Allah mengingatkan manusia akan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya yang terdapat pada pergantian siang dan malam baik dari segi panjang dan pendeknya.
Dari segi pergantian, orang dapat menyaksikan sejak matahari terbit di kaki langit sebelah timur hingga terbenam di kaki langit sebelah barat. Di siang hari, orang tidak menyaksikan apa pun di langit, terkecuali matahari yang bersinar dengan terangnya. Pada waktu itu, kebanyakan manusia bekerja dan berusaha mencari nafkah, memenuhi kebutuhan hidupnya.
Matahari bergerak meninggalkan ufuk sebelah timur makin lama makin meninggi. Kemudian ia terlihat di meridian. Sesudah itu, makin menurun menuju ufuk langit sebelah barat. Akhirnya ia tenggelam di ufuk sebelah barat. Sejak itu, hari berangsur-angsur gelap, kadang-kadang terlihat awan kemerah-merahan, lalu mulailah bermunculan binatang-binatang satu demi satu, dari bintang yang paling terang cahayanya sampai kepada bintang yang bercahaya redup. Setelah gelap menyelubungi permukaan bumi seluruhnya, bertambah jelaslah nampak bintang-bintang bertaburan di angkasa raya, berbagai macam rasi dan aneka warna cahayanya. Pada penghujung malam, mulailah kelihatan fajar menyingsing di ufuk timur, sebagai tanda tidak lama lagi matahari akan terbit kembali. Sejak itulah, cahaya bintang mulai redup kembali karena cahayanya mulai dikalahkan oleh cahaya matahari.
Begitulah seterusnya orang dapat menyaksikan keadaan itu berulang-ulang. Suasana yang seperti itu terjadi di negeri-negeri yang berada di daerah khatulistiwa, sedangkan belahan bumi bahagian selatan dan utara akan mengalami keadaan siang lebih panjang atau lebih pendek dari malam, sesuai dengan lintang dan deklinasi matahari.
Dari segi panjang pendeknya malam dan siang, orang yang berada di khatulistiwa selamanya akan menyaksikan panjang pendeknya siang malam yang hampir sama. Daerah yang berada di selatan khatulistiwa akan mengalami siang lebih panjang apabila matahari berada di sebelah selatan, tetapi akan mengalami siang yang lebih pendek apabila matahari berada di sebelah utara khatulistiwa. Demikian pula orang yang berada di sebelah utara khatulistiwa akan mengalami siang yang lebih panjang apabila matahari berada di sebelah selatan. Makin jauh suatu tempat baik ke utara maupun selatan khatulistiwa, makin jauh pula perbedaan panjang pendek waktu antara malam dan siang. Bagi orang yang berada di kutub utara dan kutub selatan, dalam satu tahun ada masa malam yang terus menerus dan ada pula masa siang yang terus menerus. Pada masa siang terus menerus matahari selalu berada di atas cakrawala, selalu kelihatan tidak pernah masuk ke bawah kaki langit, sedangkan pada masa malam terus menerus, matahari selalu berada di bawah kaki langit, tidak pernah kelihatan dan tidak pernah melewati kaki langit ke atas.
Dengan memperhatikan pergantian siang dan malam, dan panjang pendeknya yang selalu berubah-ubah sepanjang tahun, akan terlihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, serta akan nampak adanya hukum-hukum yang mengaturnya dengan sangat rapi, tidak pernah menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan.
Kemudian Allah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya yang terlihat pada turunnya hujan dari langit. Karena panas matahari, air pun menguap ke atas. Angin yang selalu bertiup mempercepat proses penguapan itu dan menghalaunya ke suatu tempat dan lama-kelamaan terkumpullah uap air itu di angkasa sebagai awan. Apabila awan yang berarak dihalau angin itu tertahan oleh gunung, maka terkumpullah ia di sana, semakin lama semakin tebal. Warnanya yang semula keputih-putihan berubah menjadi hitam. Dan apabila suhu udara telah mencapai kedinginan sedemikian rupa, turunlah uap air itu sebagai hujan yang menyirami permukaan bumi. Karena air hujan itu, tumbuhlah beraneka macam tumbuh-tumbuhan, dan karena air hujan itu pula, binatang dan manusia dapat hidup. Manusia dengan hasil pemikirannya dapat mengatur aliran air itu sehingga tidak mengalir seluruhnya ke laut. Sebahagian dimanfaatkan dan sebagian lagi dapat digunakan pada musim kemarau. Pada tiap daerah, di permukaan bumi, curah hujan tidak sama; bergantung kepada faktor-faktor yang menentukan. Ada daerah yang curah hujannya sangat lebat dan ada pula yang sangat tipis dan ada yang sedang. Dengan memperhatikan turunnya hujan itu dan manfaatnya bagi kehidupan makhluk, orang dapat mengetahui betapa luasnya kekuasaan penciptanya.
Sesudah itu Allah menunjukkan pula tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat dilihat pada perkisaran tiupan angin yaitu perkisaran angin darat dan angin laut yang selalu berhembus berganti arah. Telah menjadi hukum alam bahwa daratan lebih cepat menjadi panas bila ditimpa sinar matahari dibandingkan dengan lautan yang lambat menjadi panas bila ditimpa sinar matahari. Sebaliknya daratan lebih cepat pula melepaskan panas di malam hari, pada waktu panas matahari tidak ada lagi dibandingkan dengan lautan yang lambat melepasnya. Dengan demikian, terdapatlah daerah maksimum dan minimum udaranya. Pada siang hari daratan lebih panas dari lautan sehingga udaranya menjadi minimum, sedangkan lautan kurang panas udaranya dibandingkan dengan daratan sehingga udaranya menjadi maksimum. Udara mengalir dari daerah maksimum ke daerah minimum, maka bertiuplah pada siang hari angin laut menuju daratan. Akan tetapi, di waktu malam, terjadi kebalikannya; daratan menjadi maksimum dan lautan menjadi minimum karena daratan lebih cepat menjadi dingin daripada lautan sehingga bertiuplah angin dari daratan menuju lautan.
Keadaan yang demikian menguntungkan para nelayan. Mereka berangkat pada waktu malam, berlayar ke tengah lautan mengikuti arah hembusan angin laut. Di samping itu, perubahan letak matahari berada di lintang- balik -utara belahan bumi bagian selatan. Karena itu, udara maksimum di belahan bumi bahagiana selatan. Maka bertiuplah angin dari belahan bumi selatan ke belahan bumi bagian utara. Waktu itu di Indonesia mengalami musim kemarau. Akan tetapi, bila matahari berada pada lintang balik selatan, belahan bumi bagian selatan menerima panas lebih banyak dari bagian bumi sebelah utara. Karena itu, udara maksimum di bagian utara, maka bertiuplah angin dari utara ke selatan. Untuk Indonesia, angin bertiup dari padang pasir Gobi ke Tiongkok, menyusur Semenanjung Malaysia karena pengaruh perputaran bumi membelok ke timur, ke Indonesia, menuju Padang Pasir Victoria di Australia. Pada saat itu, di Indonesia mengalami musim hujan.
Di samping itu, terdapat angin yang bertiup dari kutub utara dan kutub selatan secara tetap, karena daerah kutub selalu mengalami udara yang lebih dingin daripada khatulistiwa maka daerah-daerah kutub, udaranya selalu maksimum. Akan tetapi karena perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur, maka angin yang bertiup dari kutub itu mengalami pembelokan ke barat. Itulah sebabnya angin itu di Indonesia bertiup dari tenggara. Untuk daerah-daerah kutub sendiri, bertiuplah selalu angin barat yang tetap sepanjang masa.
Dari perkisaran angin itu, orang akan mengetahui betapa Mahabijaksana dan Mahaperkasa-Nya Allah yang menciptakan alam semesta ini.
Itulah sebabnya pada bagian akhir surah ini, Allah menegaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat dilihat pada jagat raya, pada diri manusia, pada perkisaran angin, pada turunnya hujan, dan sebagainya menjadi bukti kekuasaan-Nya bagi orang yang mempergunakan akalnya dan bagi orang yang benar-benar mau mencari kebenaran.
Dengan bermacam-macam himbauan itulah, Allah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya agar manusia meyakini Kemahaesaan dan kemahakuasaan-Nya. Dengan mengetahui semuanya itu dengan benar, niscaya bertambah mantaplah iman mereka dan bertambah pulalah gairahnya untuk memanfaatkan pengetahuannya itu bagi kemaslahan umat manusia.
Dari keterangan di atas, dipahami pula amat banyak yang dapat dijadikan bukti adanya Allah, Mahakuasa dan Mahabijaksana, asal saja orang mau mengikuti cara berpikir yang digariskan Allah dalam Al-Qur'an, hal ini juga berarti bahwa sebenarnya, semakin tinggi ilmu seseorang semakin banyak ia mempunyai bukti-bukti itu. Jika ada seorang yang berilmu yang tidak mempercayai adanya Tuhan, berarti ia belum lagi mempergunakan ilmunya itu menurut yang semestinya.
Dalam ayat-ayat ini terdapat tiga kalimat berbeda, pertama yu'minun, kedua yuqinun, dan ketiga ya'qilun, hal ini dimaksudkan; jika kalian beriman maka pahamilah tanda-tanda keagungan Allah ini dan jika tidak beriman namun mencari kebenaran dan keyakinan maka pahamilah tanda-tanda ini, dan jika tidak beriman dan tidak mencari kenyataan maka jadilah kalian orang yang berakal dan pahamilah tanda-tanda ini.
Ayat ini dengan singkat menggambarkan adanya mekanisme-mekanisme perputaran dan peredaran bumi yang berkaitan dengan perubahan cuaca serta perkisaran angin. Ilmu pengetahuan saat ini menerangkan adanya siang dan malam di bumi disebabkan oleh perputaran (rotasi) bumi pada porosnya. Disamping berotasi, bumi juga beredar pada garis lintasannya (evolusi) yang berbentuk elips. Bumi memerlukan waktu satu tahun untuk beredar pada lintasan ini sampai berada kembali pada posisi yang sama. Proses rotasi dan evolusi bumi, di samping berkaitan dengan cuaca dan iklim di berbagai tempat di permukaan bumi, berkaitan pula dengan perubahan-perubahan arah angin. Hujan-hujan setempat umumnya terjadi setelah tengah hari, ketika suhu mulai mendingin, setelah pada pagi dan siang hari sebelumnya permukaan bumi mendapatkan panas matahari yang banyak dan cukup menghasilkan uap air untuk menghasilkan awan yang menurunkan hujan.
Poros perputaran bumi membuat sudut sebesar 23,5o terhadap garis lintasan peredarannya, sehingga jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima belahan bumi utara dan selatan selalu berbeda, kecuali pada posisi bidang lintasan tegak lurus terhadap bidang penampang setengah bola bumi, ketika itu matahari berada persis di atas khatulistiwa. Adanya tempat-tempat yang mendapatkan intensitas cahaya yang berbeda menyebabkan panas permukaan bumi berbeda-beda pula. Dengan adanya perbedaan panas di permukaan bumi maka terjadilah aliran udara (angin) dari tempat yang dingin ke tempat yang lebih panas. Di daerah sekitar khatulistiwa (ekuatorial) terdapat angin yang berhembus sepanjang tahun ke arah khatulistiwa yang selalu panas yang dikenal dengan angin pasat. Di Indonesia yang terletak di antara dua samudera besar dan dua benua berhembus angin yang berganti arah setiap setengah tahun, dikenal dengan angin muson (moonsoon). Pada bulan Oktober sampai April, angin berhembus dari barat laut ke arah tenggara (angin barat) yang membawa serta kelembaban dan menyebabkan musim hujan. Pada bulan April sampai Oktober, angin yang berhembus dari tenggara ke arah barat laut, bersifat kering, menyebabkan musim kemarau.
Di permukaan laut, perbedaan panas cahaya matahari ini menyebabkan adanya arus laut dan perbedaan produksi uap air. Perpaduan dinamika arah angin dan produksi uap air di permukaan bumi menghasilkan siklus perubahan iklim, yang pada dasarnya akan berulang setiap tahun. Pada perioda perulangan tertentu biasa terjadi pula kasus-kasus ekstrim seperti misalnya fenomena El Nino dan La Nina.
Ayat 6
تِلْكَ اٰيٰتُ اللّٰهِ نَتْلُوْهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّۚ فَبِاَيِّ حَدِيْثٍۢ بَعْدَ اللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ يُؤْمِنُوْنَ
tilka āyātullāhi natlūhā ‘alaika bil-ḥaqq(i), fa bi'ayyi ḥadīṡim ba‘dallāhi wa āyātihī yu'minūn(a).
Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan mana lagi mereka akan beriman setelah Allah dan ayat-ayat-Nya.
Allah menyatakan kepada Rasulullah saw, bahwa ayat Al-Qur'an yang dibacakan kepadanya itu adalah ayat-ayat yang mengandung bukti, dan dalil-dalil yang kuat baik dari segi asal Al-Qur'an itu (dari Allah) maupun dari segi isi dan gaya bahasanya. Pernyataan Allah itu telah disampaikan oleh Nabi Muhammad saw kepada kaum musyrik Mekah, tetapi semuanya itu tidak dapat mereka terima, bahkan mereka bertambah ingkar kepada Rasulullah saw.
Pada waktu Al-Qur'an dibacakan kepada orang kafir Mekah, hati mereka mengakui ketinggian isi dan gaya bahasanya. Pengakuan ini langsung diucapkan 'Utbah bin Rabi'ah dan Abu al-Walid, sastrawan kenamaan orang Arab waktu itu. Kepada mereka diperintahkan agar memperhatikan kejadian alam semesta ini, kejadian diri mereka sendiri, air hujan yang turun dari langit yang menyirami bumi sehingga bumi yang tandus menjadi subur, angin yang bertiup, dan sebagainya, semuanya itu dapat dijadikan bukti bahwa Allah adalah Maha Esa, Mahakuasa lagi Mahaperkasa.
Kepada mereka pun telah diutus seorang rasul yang akan menyampaikan agama Allah kepada seluruh manusia. Rasul itu adalah orang yang paling mereka percayai di antara mereka, orang yang mereka segani dan orang yang selalu mereka mintai nasihat dalam menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara mereka. Rasul yang diutus itu dapat pula membuktikan bahwa ia benar-benar Rasul yang diutus Allah kepada manusia, misalnya dengan mengemukakan beberapa mukjizat yang diberikan Allah kepadanya. Sudah banyak bukti yang dikemukakan kepada mereka, tetapi mereka tidak juga beriman. Sebenarnya, bagi orang yang mau menggunakan pikirannya, cukup banyak bukti untuk menjadikan dia seorang yang beriman.
Itulah sebabnya maka Rasulullah saw diperintahkan oleh Allah menanyakan kepada kaum musyrik Mekah tentang keterangan apalagi yang mereka minta yang dapat mengubah hati mereka sehingga menjadi beriman.
Telah lengkap keterangan yang diberikan kepada mereka. Tidak ada lagi dalil-dalil dan bukti-bukti yang lebih kuat daripada yang telah dikemukakan itu. Jika mereka tidak mau juga memahaminya dan tidak mau menerima bukti dan dalil-dalil itu, terserah kepada mereka sendiri. Mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal akibat sikap kepala batu mereka itu.
Ayat 7
وَيْلٌ لِّكُلِّ اَفَّاكٍ اَثِيْمٍۙ
wailul likulli affākin aṡīm(in).
Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa,
Kemudian Allah mengancam kaum musyrikin yang selalu mengingkari kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an dengan ancaman yang sangat mengerikan. Mereka tetap mendustakan kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an, padahal di dalamnya terdapat keterangan tentang dalil-dalil dan bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya yang cukup jelas. Bukti dan keterangan itu telah mereka dengar sendiri. Menurut ukuran yang wajar, tentu mereka telah memahaminya. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Itulah sebabnya mereka disebut dalam ayat ini orang-orang yang banyak berdusta dan banyak melakukan perbuatan dosa.
Selanjutnya diterangkan bahwa keadaan orang-orang musyrik sebelum dan sesudah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an tetap sama, tidak ada perubahan dalam sikap dan perilaku mereka, bahkan mereka bertambah ingkar dan menyombongkan diri. Itulah sebabnya dalam ayat ini mereka dikatakan seolah-olah tidak pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka.
Dalam ayat yang lain, diterangkan bahwa mereka sendiri mengakui tidak pernah merasa mendengar Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka. Allah berfirman:
Dan mereka berkata, "Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sudah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karena itu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)." (Fussilat/41: 5)
Dalam ayat lain:
Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. (Fussilat/41: 44)
Pada akhir ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya menyampaikan kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan memperoleh azab yang pedih di neraka nanti. Dalam ayat ini disebutkan bahwa memberitakan adanya azab yang pedih merupakan suatu berita gembira, bukan suatu berita duka. Ungkapan ini sengaja dibuat demikian untuk membalas sikap mereka yang memperolok-olokkan ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepadanya dan untuk menunjukkan bahwa sikap mereka itu merupakan sikap yang sudah melampaui batas. Karena itu, yang dimaksud dengan kabar gembira di sini ialah lawan daripada kabar gembira itu, yaitu kabar sedih sebagai penghinaan kepada mereka.
Ayat 8
يَّسْمَعُ اٰيٰتِ اللّٰهِ تُتْلٰى عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَاَنْ لَّمْ يَسْمَعْهَاۚ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ
yasma‘u āyātillāhi tutlā ‘alaihi ṡumma yuṣirru mustakbiran ka'allam yasma‘hā, fa basysyirhu bi‘ażābin alīm(in).
(yaitu) orang yang mendengar ayat-ayat Allah ketika dibacakan kepadanya namun dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka peringatkanlah dia dengan azab yang pedih.
Kemudian Allah mengancam kaum musyrikin yang selalu mengingkari kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an dengan ancaman yang sangat mengerikan. Mereka tetap mendustakan kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an, padahal di dalamnya terdapat keterangan tentang dalil-dalil dan bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya yang cukup jelas. Bukti dan keterangan itu telah mereka dengar sendiri. Menurut ukuran yang wajar, tentu mereka telah memahaminya. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Itulah sebabnya mereka disebut dalam ayat ini orang-orang yang banyak berdusta dan banyak melakukan perbuatan dosa.
Selanjutnya diterangkan bahwa keadaan orang-orang musyrik sebelum dan sesudah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an tetap sama, tidak ada perubahan dalam sikap dan perilaku mereka, bahkan mereka bertambah ingkar dan menyombongkan diri. Itulah sebabnya dalam ayat ini mereka dikatakan seolah-olah tidak pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka.
Dalam ayat yang lain, diterangkan bahwa mereka sendiri mengakui tidak pernah merasa mendengar Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka. Allah berfirman:
Dan mereka berkata, "Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sudah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karena itu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)." (Fussilat/41: 5)
Dalam ayat lain:
Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. (Fussilat/41: 44)
Pada akhir ayat ini, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya menyampaikan kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan memperoleh azab yang pedih di neraka nanti. Dalam ayat ini disebutkan bahwa memberitakan adanya azab yang pedih merupakan suatu berita gembira, bukan suatu berita duka. Ungkapan ini sengaja dibuat demikian untuk membalas sikap mereka yang memperolok-olokkan ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepadanya dan untuk menunjukkan bahwa sikap mereka itu merupakan sikap yang sudah melampaui batas. Karena itu, yang dimaksud dengan kabar gembira di sini ialah lawan daripada kabar gembira itu, yaitu kabar sedih sebagai penghinaan kepada mereka.
Ayat 9
وَاِذَا عَلِمَ مِنْ اٰيٰتِنَا شَيْـًٔا ۨاتَّخَذَهَا هُزُوًاۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌۗ
wa iżā ‘alima min āyātinā syai'anittakhażahā huzuwā(n), ulā'ika lahum ‘ażābum muhīn(un).
Dan apabila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka (ayat-ayat itu) dijadikan olok-olok. Merekalah yang akan menerima azab yang menghinakan.
Pada ayat ini diterangkan sikap yang lain dari orang musyrik Mekah sewaktu mendengar ayat-ayat Al-Qur'an disampaikan kepada mereka. Apabila ada di antara kawan-kawan mereka yang menyampaikan berita tentang ayat-ayat Al-Qur'an, mereka pun memperolok-olok ayat-ayat itu.
Diriwayatkan bahwa ketika Abu Jahal mendengar firman Allah:
Sungguh pohon zaqqum itu, makanan bagi orang yang banyak dosa. (ad-Dukhan/44: 43-44)
ia meminta korma dan keju, seraya berkata kepada kawan-kawannya, "Makanlah buah zaqqum ini, yang diancamkan Muhammad saw kepadamu itu tidak lain adalah makanan yang manisnya seperti madu." Dan ketika ia mendengar firman Allah:
Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (al-Muddatstsir/74: 30)
Abu Jahal berkata, "Kalau penjaganya hanya sembilan belas, maka saya sendiri akan melemparkan mereka itu." Banyak lagi cara-cara dan sikap lain yang bernada menghina dari orang-orang kafir Mekah pada waktu mereka mendengar bacaan Al-Qur'an. Bahkan Abu Jahal menantang sebagaimana yang diterangkan Al-Qur'an:
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (al-Anfal/8: 32)
Karena mereka selalu mendustakan ayat-ayat Allah dan memperolok-olokkannya, maka dalam ayat ini Allah menegaskan balasan yang akan mereka terima nanti di akhirat. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka yang menghinakan dan menyiksa mereka sebagai balasan dari sikap dan perbuatan mereka itu.
Ayat 10
مِنْ وَّرَاۤىِٕهِمْ جَهَنَّمُ ۚوَلَا يُغْنِيْ عَنْهُمْ مَّا كَسَبُوْا شَيْـًٔا وَّلَا مَا اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْلِيَاۤءَۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌۗ
miw warā'ihim jahannam(u), wa lā yugnī ‘anhum mā kasabū syai'aw wa lā mattakhażū min dūnillāhi auliyā'(a), wa lahum ‘ażābun ‘aẓīm(un).
Di hadapan mereka neraka Jahanam dan tidak akan berguna bagi mereka sedikit pun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula (bermanfaat) apa yang mereka jadikan sebagai pelindung-pelindung (mereka) selain Allah. Dan mereka akan mendapat azab yang besar.
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa kaum musyrikin di akhirat kelak akan berhadapan dengan neraka Jahanam yang telah disediakan untuk mereka, sebab mereka selalu bersikap sombong untuk menerima petunjuk yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Segala sesuatu yang mereka usahakan di dunia sedikit pun tidak dapat menyelamatkan mereka dari Jahanam, demikian pula apa yang mereka sembah selain Allah, tidak dapat memberikan perlindungan sedikit pun dan mereka akan memperoleh azab yang sangat besar.
Ayat 11
هٰذَا هُدًىۚ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ لَهُمْ عَذَابٌ مِّنْ رِّجْزٍ اَلِيْمٌ ࣖ
hāżā hudā(n), wal-lażīna kafarū bi'āyāti rabbihim lahum ‘ażābum mir rijzin alīm(un).
Ini (Al-Qur'an) adalah petunjuk. Dan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhannya mereka akan mendapat azab berupa siksaan yang sangat pedih.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk yang berasal dari Allah, yang disampaikan-Nya kepada Muhammad saw, agar disampaikan kepada seluruh umat manusia. Petunjuk itu yang menuntun manusia ke jalan yang benar menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Diterangkan orang yang mengingkari petunjuk Al-Qur'an itu akan menempuh jalan yang sesat, jalan yang menuju kepada penderitaan hidup dunia dan akhirat.
Al-Qur'an sebagai petunjuk dapat mengeluarkan manusia dari kesesatan menuju kebenaran, dari kekafiran menuju keimanan. Oleh karena itu, orang yang tidak beriman akan mendapat siksa yang sangat pedih.
Ayat 12
۞ اَللّٰهُ الَّذِيْ سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِاَمْرِهٖ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَۚ
allāhul-lażī sakhkhara lakumul-baḥra litajriyal-fulku fīhi bi'amrihī wa litabtagū min faḍlihī wa la‘allakum tasykurūn(a).
Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan agar kamu bersyukur.
Allah menyatakan bahwa Dia-lah yang menundukkan laut untuk keperluan manusia. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan laut hanyalah untuk manusia. Dalam ayat yang lain diterangkan bahwa Allah menjadikan bumi dan semua isinya untuk manusia.
Allah berfirman:
Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Baqarah/2: 29)
Karena itu, ayat ini seakan-akan mendorong manusia berusaha dan berpikir semaksimal mungkin, di mana laut dan segala isinya itu dapat dimanfaatkan untuk berbagi keperluan, demikian pula alam semesta ini. Sebagai contoh dikemukakan beberapa hasil pemikiran manusia yang telah digunakan dalam memanfaatkan lautan, misalnya kapal yang berlayar dari sebuah negeri ke negeri yang lain, mengangkut manusia dan barang-barang keperluan hidup mereka sehari-hari. Tentu saja lalu-lintas di laut itu akan dapat mempererat hubungan antara penduduk suatu negeri dengan penduduk negeri yang lain.
Manusia juga dapat memanfaatkan laut ini sebagai sumber penghidupan. Di dalamnya terdapat bahan-bahan yang dapat dijadikan makanan, seperti ikan, rumput-rumput laut, dan sebagainya. Juga terdapat bahan perhiasan seperti mutiara, marjan, dan semacamnya. Air laut dapat diuapkan sehingga menghasilkan garam yang berguna untuk menambah tenaga dan menyedapkan makanan, dan dapat diusahakan menjadi tawar untuk dijadikan air minum dan untuk mengairi tanaman, dan untuk lain-lain.
Batu karang yang beraneka warna dan ragam bentuk dan jenisnya dikeluarkan dari laut, dijadikan kapur untuk bahan bangunan rumah tangga.
Pada masa sekarang, semakin banyak yang ditemukan dari dalam laut seperti minyak, besi dan logam yang bermacam-macam. Dalam menghadapi ledakan perkembangan penduduk dewasa ini, orang telah mulai mengarahkan pikirannya ke lautan. Mereka telah mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan memanfaatkan dan menggali hasil lautan sebagai sumber bahan makanan karena produksi bahan makanan di daratan di duga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berkurang dan tidak seimbang dengan jumlah dan pertambahan penduduk.
Semua itu adalah karunia Allah yang dianugerahkan kepada manusia sebagai tanda kemurahan-Nya, agar dengan demikian manusia mensyukurinya. Amat banyak lagi karunia Allah yang lain yang belum diketemukan manusia, karena itu hendaklah manusia berusaha dan berpikir bagaimana menemukannya.
Allah menundukkan lautan supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya. Salah satu yang merupakan sekian banyak karunia-Nya adalah kemampuan manusia dengan izin Allah untuk menyelam pada kapal selam. Kapal selam, yang kini juga banyak digunakan dalam penelitian, merupakan suatu kendaraan air yang bisa beroperasi di dalam air pada tekanan-tekanan yang mampu ditahan oleh manusia. Kapal selam berada dalam keadaan terapung secara positif dan bobotnya lebih kecil dari volume air yang dipindahkannya. Untuk menyelam secara hidrostatis, suatu kapal harus mendapatkan keterapungan negatif dengan cara menambah bobotnya sendiri atau dengan memperkecil volume air yang dipindahkan. Untuk mengendalikan bobotnya, suatu kapal selam harus dilengkapi dengan tangki ballast yang dapat diisi baik dengan air dari sekelilingnya, atau dengan udara tekan. Untuk gerakan penyelaman dan pengapungan secara umum, maka kapal selam menggunakan tangki maju dan mundur yang dinamakan Tangki Balas Utama (Main Ballast Tank) yang bisa dibuka dan diisi penuh dengan air untuk bisa menyelam atau diisi dengan udara tekan untuk mengapung.
Ayat 13
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
wa sakhkhara lakum mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍi jamī‘am minh(u), inna fī żālika la'āyātil liqaumiy yatafakkarūn(a).
Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Dia-lah yang menundukkan semua makhluk ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi agar manusia dapat menggunakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan mereka dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah di bumi. Hal ini berarti bahwa manusia wajib berusaha mencari manfaat dan kegunaan ciptaan Allah bagi mereka. Kunci dari semuanya adalah kemauan berusaha dan keinginan mengetahui sebagian pengetahuan Allah. Hal ini telah dimulai oleh manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang sehingga semakin lama umur bumi ini didiami manusia, semakin banyak pula ilmu Allah yang diketahui manusia dan manfaat alam semesta. Semua ini untuk kepentingan hidup dan kehidupan manusia. Namun, baru sebagian kecil saja dari ilmu Allah yang telah diketahui manusia.
Ciptaan Allah yang ada di langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, awan, angin, air hujan, dan ciptaan-Nya yang ada di bumi seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, lautan dan sebagiannya semua diciptakan-Nya di samping sebagai rahmat dan karunia-Nya kepada manusia juga mengandung tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya, yang menunjukkan bahwa penciptanya adalah Zat Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan yang lain selain Dia, yang selalu menjaga makhluk-Nya dan tidak layak dipersekutukan dengan sesuatu pun. Kesimpulan seperti ini hanya akan diperoleh oleh hamba Allah yang melakukan pengamatan dengan cermat, menggunakan pikiran yang sehat dan mau mencari kebenaran.
Apabila seseorang mau memperhatikan alam semesta, mau memperhatikan hubungan kesatuan satu jenis makhluk dengan makhluk yang lain, tentulah ia akan sampai kepada kesimpulan bahwa masing-masing kesatuan itu ada kaitannya antara yang satu dengan yang lain, tidak dapat lepas atau berdiri sendiri. Terlihat dalam proses terjadinya hujan, erat hubungannya dengan adanya laut, adanya gunung-gunung, adanya panas yang dipancarkan matahari, adanya angin dan sebagainya. Demikian pula perkisaran arah angin ditentukan oleh banyak hal, seperti adanya awan, gunung dan panas matahari.
Kapal yang berlayar di laut memerlukan hembusan angin atau bahan bakar seperti batubara atau minyak. Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang semakin banyak pula ia mengetahui hubungan antara satu makhluk dengan makhluk-makhluk yang lain. Bulan tidak dapat melepaskan lintasannya dari bumi, seolah-olah tertawan oleh bumi, demikian pula bumi dan planet-planet yang lain menjadi tawanan matahari. Planet-planet itu selalu mengitari matahari pada garis edarnya masing-masing. Selanjutnya matahari dan planet-planet yang mengikuti tidak dapat melepaskan diri dari kesatuan yang lebih besar, yaitu Galaksi Bimasakti. Akhirnya Galaksi Bimasakti bersama-sama galaksi-galaksi yang lain terikat pula kepada tata susunan tertentu pula. Maka dengan pemikiran dan penelitian orang akan sampai kepada kesimpulan bahwa penciptanya tentulah Zat Yang Maha Esa lagi Mahakuasa.
Ayat di atas sebagaimana banyak ayat senada memperlihatkan bagaimana Allah menundukkan langit dan bumi untuk manusia. Seperti diketahui alam memiliki sifat-sifat fisis yang semuanya merupakan ketetapan Allah, Sunatullah, dan merupakan manifestasi ketertundukan alam. Sebagai contoh, bumi memiliki sifat-sifat fisis seperti kelistrikan, kemagnetan, elastisitas dan kerapatan massa. Dari sifat-sifat fisis tersebut manusia, khususnya para ahli kebumian, dapat mempelajari bumi bahkan sampai jauh menembus bumi. Dengan memanfaatkan sifat elastisitas bumi, manusia bisa menangkap gelombang-gelombang gempa yang menjalar dalam perut bumi dan mengetahui karakter fisis lapisan bumi yang dilaluinya. Dengan gelombang gempa ini manusia dapat mengetahui lapisan-lapisan bumi dari atas hingga inti bumi yang berada sekitar 6000 km di bawah kita. Pada penggunaan praktis, pencarian minyak bumi menggunakan sifat elsatisitas bumi ini yakni dengan mengirim gelombang yang sumbernya berasal 'gempa buatan", yang di masa lalu menggunakan dinamit.
Di bagian dalam bumi terdapat intibumi, yang bagian luarnya bersifat cair. Inti inilah yang menyebabkan bumi memiliki medan magnet kuat yang berperan penting dalam menjaga kelangsungan kehidupan. Menyebar jauh di atas permukaan, medan magnet ini melindungi bumi dari radiasi yang merusak dan berasal dari angkasa luar. Radiasi dari bintang selain matahari tidak dapat melewati perisai ini, yang disebut dengan nama Sabuk Van Allen. Perisai ini merentang hingga sekitar 18.000 km dari bumi, melindungi bola ini dari energi mematikan. Dalam aspek praktis, dengan mengetahui sifat kemagnetan ini pula para ahli-ahli kebumian mengembangkan metoda-metoda eksplorasi baik mineral maupun minyak bumi.
Pernyataan mengenai penciptaan yang dilakukan bukan untuk main-main, banyak di kemukakan dalam banyak ayat Al-Qur'an. Pernyataan inilah yang menjamin bahwa bumi layak huni. Bumi dimudahkan Allah untuk dihuni umat manusia.
Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi. (al-Mulk/67: 15)
Ayat 14
قُلْ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يَغْفِرُوْا لِلَّذِيْنَ لَا يَرْجُوْنَ اَيَّامَ اللّٰهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا ۢبِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
qul lil-lażīna āmanū yagfirū lil-lażīna lā yarjūna ayyāmallāhi liyajziya qaumam bimā kānū yaksibūn(a).
Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah karena Dia akan membalas suatu kaum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Al-Wahidi dan al-Qusyairi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa ayat ini turun berhubungan dengan persoalan yang terjadi antara 'Umar bin al-Khaththab dan Abdullah bin Ubay dalam peperangan Bani Musthalik. Mereka singgah di sebuah sumur yang disebut Al-Muraisi', kemudian Abdullah mengutus seorang anak muda mengambil air, tetapi pemuda itu lama sekali kembali, Abdullah bin Ubay bertanya kepada pemuda itu mengapa begitu lama ia baru kembali. Pemuda itu menjawab bahwa Umar duduk di pinggir sumur. Ia tidak membiarkan seorang pun mengambil air sebelum ia mengisi girbai (tempat air dari kulit) Nabi Muhammad saw, girbai Abu Bakar, dan girbai bekas budak Umar, lalu Abdullah bin Ubay berkata, "Kami dan mereka tidak ubahnya seperti perumpamaan: Gemukkan anjingmu, maka ia akan memakan engkau." Kemudian kata-kata Abdullah itu sampai kepada Umar. Beliau menjadi marah, lalu menghunus pedangnya untuk membunuh Abdullah bin Ubay, maka turunlah ayat ini yang melunakkan hati Umar.
Selanjutnya Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw dan para pengikutnya agar berlapang dada dalam menghadapi sikap kaum musyrikin dan memaafkan tindakan mereka yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah. Mereka adalah orang yang menentang Allah dan tidak takut kepada ancaman-Nya.
Dari ayat ini dipahami nilai budi pekerti yang tinggi yang diajarkan agama Islam kepada penganutnya yaitu berlapang dada dan memaafkan orang-orang yang pernah bertindak tidak baik terhadap dirinya atau berusaha menghancurkan agamanya. Memaafkan kesalahan keluarga, teman sejawat, tetangga dan kenalan dapat dengan mudah dilakukan seseorang, tetapi berlapang dada dan memaafkan perbuatan orang yang selalu ingin merusak diri dan agamanya pada setiap kesempatan memerlukan kebesaran jiwa.
Ayat ini mengajarkan dan mendidik kaum Muslimin agar dapat berlapang dada, suka memaafkan, dan berjiwa besar dalam menghadapi segala sesuatu dalam hidupnya.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan mengapa Rasulullah saw dan pengikut-pengikutnya harus berlapang dada dan memaafkan tindakan orang Quraisy yang memperolok-olok ayat-ayat Allah itu. Sebabnya ialah karena Allah yang akan memberikan pembalasan yang setimpal kepada mereka sesuai dengan perbuatannya.
Ayat 15
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ
man ‘amila ṣāliḥan fa linafsih(ī), wa man asā'a fa ‘alaihā, ṡumma ilā rabbikum turja‘ūn(a).
Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan.
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa tiap-tiap orang akan mendapat balasan masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Maka barang siapa di antara hamba-Nya menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, maka hasilnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Ia akan memperoleh tempat kembali yang penuh kenikmatan. Sebaliknya barang siapa yang mengingkari perintah-perintah-Nya dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya, maka akibat buruk sebagai balasan perbuatannya itu akan menimpa dirinya sendiri. Ia akan mendapat tempat kembali yang buruk, hina, dan azab yang sangat berat di dalam neraka.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan bahwa hanya kepada Allah dikembalikan semua makhluk, tidak kepada yang lain. Semuanya akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk menerima keputusan yang adil dari Allah. Di antara mereka ada yang berseri-seri wajahnya kegirangan karena ia akan bertemu dengan Allah yang selalu diharapkan selama hidup di dunia. Mereka yakin bahwa Allah mengasihi hamba-Nya yang tabah, sabar dan selalu tunduk dan patuh kepada-Nya. Sebaliknya, ada pula orang yang muram mukanya karena hatinya penuh ketakutan dan penyesalan. Mereka takut menemui Allah karena akan menerima kemurkaan-Nya serta akan merasakan siksaan yang sangat pedih di dalam neraka.
Ayat 16
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ ۚ
wa laqad ātainā banī isrā'īlal-kitāba wal-ḥukma wan-nubuwwata wa razaqnāhum minaṭ-ṭayyibāti wa faḍḍalnāhum ‘alal-‘ālamīn(a).
Dan sungguh, kepada Bani Israil telah Kami berikan Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian, Kami anugerahkan kepada mereka rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masa itu).
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Bani Israil telah diberi Kitab Taurat, kemampuan memahami agama, kenabian, rezeki yang berlimpah dan keutamaan yang melebihi bangsa-bangsa lain pada masanya itu.
Anugerah yang diberikan Allah kepada Bani Israil pada waktu itu adalah seimbang dengan sikap dan usaha Bani Israil menegakkan agama Allah. Karena itu, keutamaan yang diberikan itu juga merupakan keutamaan dunia dan akhirat. Dalam ayat yang ini disebutkan enam macam anugerah yang telah diberikan kepada mereka, yaitu:
Pertama : Kitab Taurat.
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa. Di dalamnya terdapat petunjuk, pelajaran dan ketentuan-ketentuan yang dapat membimbing Bani Israil ke jalan yang benar. Kitab ini khusus diturunkan Allah untuk Bani Israil.
Kedua : Kemampuan memahami agama Allah.
Dengan kemampuan ini, Musa, Harun beserta pemimpin kaumnya dapat menjelaskan persengketaan yang terjadi di antara kaumnya dan dengan kemampuan ini pula dapat diterangkan agama Allah kepada Bani Israil dengan baik.
Ketiga : Kenabian
Banyak di antara para rasul dan para nabi yang diutus Allah diangkat dari Bani Israil; ada di antara mereka sebagai Nabi saja seperti Nabi Khidir, ada pula sebagai nabi dan rasul seperti Musa, Harun, Ayyub, dan lain-lain, dan ada pula nabi dan rasul yang diangkat dari kalangan mereka di samping bertugas sebagai nabi dan rasul, juga sebagai kepala negara seperti Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Dengan demikian, terhimpunlah kekuasaan dunia dan agama pada mereka.
Keempat : Rezeki yang berlimpah-limpah
Bani Israil telah dianugerahi Allah masa kejayaan dan keemasan pada masa-masa pemerintahan Nabi Daud dan pada masa pemerintahan putranya Sulaiman. Banyak kisah yang menceritakan keagungan dan kejayaan Bani Israil pada masa kedua pemerintahan anak dan bapak itu. Kekuasaan dan kebijaksanaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman diterangkan dalam Al-Qur'an. Apa yang pernah dicapai Bani Israil pada waktu itu tidak diperoleh oleh bangsa lain yang sezaman dengannya.
Kelima : Keutamaan mereka yang melebihi bangsa-bangsa lain pada zamannya yaitu pada zaman Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Keenam:Allah telah memberikan kepada mereka hukum-hukum dan ajaran-ajaran yang diperkuat dengan mukjizat-mukjizat. Hal ini yang mendorong mereka untuk bersatu dan mereka tidak berselisih melainkan hanya perselisihan yang ringan yang tidak membawa kemudaratan. Akan tetapi tatkala datang ilmu kepada mereka, mereka berselisih sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah tersebut di atas. Perselisihan di antara mereka itu timbul setelah datang hujjah (argumen) yang nyata karena perebutan soal pimpinan dan kedengkian di antara mereka.
Sehubungan dengan keutamaan yang diperoleh Bani Israil ini, Ibnu 'Abbas pernah berkata, "Tidak ada seorang pun di antara orang-orang di dunia ini yang dicintai Allah melebihi mereka itu." Allah telah menampakkan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat dilihat, didengar, dan dipahami mereka. Mereka pun mengikuti segala petunjuk Allah. Demikian keadaan Bani Israil pada zaman itu.
Ayat 17
وَاٰتَيْنٰهُمْ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْاَمْرِۚ فَمَا اخْتَلَفُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗاِنَّ رَبَّكَ يَقْضِيْ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ
wa ātaināhum bayyinātim minal-amr(i), fa makhtalafū illā mim ba‘di mā jā'ahumul-‘ilmu bagyam bainahum, inna rabbaka yaqḍī bainahum yaumal-qiyāmati fīmā kānū fīhi yakhtalifūn(a).
Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas tentang urusan (agama); maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sungguh, Tuhanmu akan memberi putusan kepada mereka pada hari Kiamat terhadap apa yang selalu mereka perselisihkan.
Pada ayat ini, dijelaskan keutamaan yang keenam yang pernah diberikan Allah kepada Bani Israil yaitu bahwa Allah telah memberikan kepada mereka kemampuan memahami dalil-dalil dan keterangan-keterangan tentang agama. Keterangan itu adakalanya berupa hukum, peringatan, dan ada pula yang berupa mukjizat. Semua dipahami dan dilaksanakan dengan baik sehingga kehidupan mereka menjadi baik, tidak terjadi perselisihan sesama mereka dan ikatan masyarakat mereka menjadi baik pula, karena itu banyak usaha besar yang dapat mereka lakukan waktu itu.
Sebenarnya ketentuan seperti di atas tidak saja berlaku bagi Bani Israil, tetapi juga berlaku bagi semua bangsa yang mau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-Nya serta tunduk, patuh dan berserah diri kepada-Nya. Jika demikian, maka kebahagiaan yang diperoleh tidak saja berupa kebahagiaan dunia, tetapi juga kebahagiaan akhirat. Seakan-akan dengan ayat ini Allah mengingatkan manusia agar mencontoh kehidupan Bani Israil pada zaman dahulu itu.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan sebab-sebab terjadinya perselisihan di kalangan Bani Israil yang datang kemudian. Nabi-nabi mereka dahulu pernah menerangkan bahwa akan datang Nabi penutup nanti, yang diutus kepada semua manusia. Nabi itu termasuk keturunan Ibrahim dari anaknya Ismail. Setelah Nabi yang dimaksud itu datang dan memberikan keterangan sesuai dengan keterangan yang disampaikan nabi-nabi mereka dahulu, mereka pun mengingkarinya, dan tidak mempercayainya. Kedengkian itu timbul karena Nabi yang diutus itu bukan dari keturunan Ishak, dan mereka menganggap bahwa keturunan Ishak lebih mulia dari keturunan Ismail walaupun keduanya adalah saudara seayah (Nabi Ibrahim). Karena itu, tidak pantas nabi dan rasul terakhir diangkat dari keturunannya. Allah berfirman:
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. (asy-Syura/42: 14)
Mengenai masalah yang mereka persengketakan itu, Allah akan memberikan keputusan-Nya pada hari Kiamat dan akan menjelaskan alasan yang sebenarnya yang menyebabkan terjadinya perselisihan di antara mereka. Pada saat itu, tampak dengan jelas hasad dan kedengkian mereka, yang menjurus kepada fanatik golongan sehingga nikmat yang semula harus disyukuri, malah menjadikan mereka sombong dan takabur.
Ayat 18
ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
Ṡumma ja‘alnāka ‘alā syarī‘atim minal-amri fattabi‘hā wa lā tattabi‘ ahwā'al-lażīna lā ya‘lamūn(a).
Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.
Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar jangan terpengaruh oleh sikap orang-orang Quraisy karena Allah telah menetapkan urusan syariat yang harus dijadikan pegangan dalam menetapkan urusan agama dengan perantara wahyu. Maka peraturan yang termuat dalam wahyu itulah yang harus diikuti, tidak boleh mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahuinya. Syariat yang dibawa oleh para rasul terdahulu dan syariat yang dibawa Nabi Muhammad pada asas dan hakikatnya sama, sama-sama berasaskan tauhid, membimbing manusia ke jalan yang benar, mewujudkan kemaslahatan dalam masyarakat, menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat mungkar. Jika terdapat perbedaan, maka perbedaan itu bukan masalah pokok, hanya dalam pelaksanaan ibadah dan cara-caranya. Hal itu disesuaikan dengan keadaan, tempat dan waktu.
Ayat 19
اِنَّهُمْ لَنْ يُّغْنُوْا عَنْكَ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا ۗوَاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۚ وَاللّٰهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِيْنَ
innahum lay yugnū ‘anka minallāhi syai'ā(n), wa innaẓ-ẓālimīna ba‘ḍuhum auliyā'u ba‘ḍ(in), wallāhu waliyyul-muttaqīn(a).
Sungguh, mereka tidak akan dapat menghindarkan engkau sedikit pun dari (azab) Allah. Dan sungguh, orang-orang yang zalim itu sebagian menjadi pelindung atas sebagian yang lain, sedangkan Allah pelindung bagi orang-orang yang bertakwa.
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik tidak mengetahui syariat Allah dan tidak mengakui keesaan-Nya. Karenanya mereka tidak akan dapat menolak atau menghindari azab Allah yang ditimpakan kepada mereka di akhirat.
Kemudian diterangkan bahwa orang-orang musyrik itu saling menolong antara yang satu dengan yang lain dalam melakukan kemungkaran dan kemaksiatan. Ditegaskan bahwa tipu muslihat mereka dijalankan dengan bersekongkol untuk merintangi dan merusak agama Islam dan memecah belah kaum Muslimin. Hal seperti ini dapat mereka lakukan selama hidup di dunia saja, sedangkan di akhirat nanti hal itu tidak dapat mereka lakukan. Pada hari itu, seseorang tidak dapat menolong orang lain dan tidak dapat menanggung dosa orang lain; tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri-sendiri.
Pada akhir ayat, Allah menegaskan bahwa Dia pelindung orang yang bertakwa. Takwa yang mereka lakukan untuk mencari keridaan Allah itu dibalas oleh-Nya dengan pahala yang berlipat ganda di akhirat.
Ayat 20
هٰذَا بَصَاۤىِٕرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
hāżā baṣā'iru lin-nāsi wa hudaw wa raḥmatul liqaumiy yūqinūn(a).
(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Al-Qur'an itu adalah pedoman hidup bagi manusia, petunjuk dan rahmat yang dikaruniakan kepada hamba-Nya yang meyakininya.
Al-Qur'an disebut pedoman karena di dalamnya terdapat dalil-dalil dan keterangan-keterangan agama yang sangat mereka perlukan untuk kesejahteraan manusia di dunia dan kebahagiaan mereka di akhirat. Petunjuk dan rahmat Allah itu hanya akan dapat dirasakan oleh orang-orang yang benar-benar yakin dan percaya kepada Allah dan Rasul-Nya dalam melaksanakan isi Al-Qur'an.
Ayat 21
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَرَحُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ نَّجْعَلَهُمْ كَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَوَاۤءً مَّحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۗسَاۤءَ مَا يَحْكُمُوْنَ ࣖࣖ
am ḥasibal-lażīnajtaraḥus -sayyi'āti an naj‘alahum kal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti sawā'am maḥyāhum wa mamātuhum, sā'a mā yaḥkumūn(a).
Apakah orang-orang yang melakukan kejahatan itu mengira bahwa Kami akan memperlakukan mereka seperti orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, yaitu sama dalam kehidupan dan kematian mere-ka? Alangkah buruknya penilaian mereka itu.
Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah tentang persengketaan mereka dengan maksud menyangkal dugaan mereka. Mereka menduga bahwa Allah akan memperlakukan dan akan memberikan balasan yang sama kepada mereka seperti yang diberikan kepada orang-orang yang beriman. Apakah Allah akan mempersamakan orang yang beriman kepada-Nya tetapi tidak melaksanakan syariat-Nya dengan orang yang beriman yang melakukan syariat-Nya. Jawabannya tentu, tidak, sekali-kali tidak, sebagaimana firman Allah:
Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (al-hasyr/59: 20)
Dalam ayat-ayat lain, diterangkan bahwa tidaklah sama orang-orang yang beriman yang melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya dengan orang-orang fasik, yaitu orang yang beriman dan mengakui adanya perintah-perintah dan adanya larangan Allah, tetapi tidak melaksanakannya, Allah berfirman:
Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama. (as-Sajdah/32: 18)
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa semua dugaan dan sangkaan orang-orang kafir itu adalah dugaan dan sangkaan yang tidak benar dan mustahil terjadi. Karena itu, hendaklah kaum Muslimin waspada terhadap sangkaan itu sehingga tidak terpengaruh olehnya.
Ayat 22
وَخَلَقَ اللّٰهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
wa khalaqallāhus-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqqi wa litujzā kullu nafsim bimā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.
Allah menjelaskan bahwa langit dan bumi diciptakan dengan benar, dan memiliki tujuan penciptaan sesuai dengan kehendaknya. Tidak ada satu bendapun diadakan Tuhan tanpa mempunyai tujuan. Tujuan kehadiran satu ciptaan adalah untuk dimanfaatkan oleh ciptaan yang lain, dalam rangka mencapai tujuan ciptaan yang lain itu. Apabila suatu kegiatan tidak memiliki tujuan, maka yang terjadi adalah la'ib, permainan. Kata sebaliknya bathil, kebalikan kata haq banyak digunakan untuk menjelaskan hal yang sama, sebagaimana ayat di bawah:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (shad/38: 27)
Seperti yang kita saksikan, sifat fisis bumi, seperti massa, struktur, suhu, dan seterusnya begitu tepat bagi kehidupan. Namun, sifat-sifat itu saja tidak cukup untuk memungkinkan adanya kehidupan di bumi, faktor penting lain adalah susunan atmosfer [lihat Surah Ibrahim/14:19 dan Surah al-Jatsiyah/45: 3].
Tidak ada satu pun kekuatan lain yang dapat mengubah kehendak Allah. Ketentuan yang demikian berlaku bagi seluruh ciptaan-Nya sesuai dengan keadilan dan sunah-Nya. Di antara keadilan Allah ialah memberikan balasan yang setimpal kepada para hamba-Nya atas amal dan perbuatannya pada hari pembalasan.
Barang siapa yang melakukan perbuatan yang baik akan menerima ganjarannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya, demikian pula barang siapa yang melakukan perbuatan jahat akan menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
Mengapa dikatakan bahwa pemberian balasan yang setimpal itu sesuai dengan keadilan Allah. Karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya, dilengkapi dengan kecenderungan dan kemampuan untuk berbuat baik dan berbuat jahat. Kedua-duanya atau salah satu daripada kedua potensi itu dapat berkembang pada diri seseorang. Perkembangannya itu banyak ditentukan oleh keadaan, lingkungan, dan waktu. Di samping itu, Allah menganugerahi manusia akal pikiran. Dengan akal pikirannya itu manusia mempunyai kesanggupan-kesanggupan untuk menilai rangsangan-rangsangan yang mempengaruhi tindakan dan perilakunya. Sebelum seseorang menentukan sikap untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukannya, maka dalam dirinya terjadi gejolak dalam mempertimbangkan dan menetapkan suatu pilihan, sikap mana atau tindakan mana yang akan diambilnya dari kedua tindakan itu.
Pada saat-saat yang demikian itu, manusia diberi kemerdekaan memilih antara yang baik dan yang buruk. Dalam pergolakan yang demikian, maka jiwa manusia mendapat tekanan-tekanan yang disebut tekanan-tekanan kejiwaan. Apabila ia memilih dan memutuskan melakukan suatu kebaikan, maka perbuatan itu terjadi berdasarkan pilihannya sendiri. Bila ia memilih keputusan melakukan keburukan, maka itu pun terjadi karena pilihannya sendiri pula. Saat-saat yang seperti itu adalah saat-saat yang menentukan apakah ia sengaja melakukan suatu perbuatan atau ia tidak sengaja melakukannya. Dan juga membedakan antara perbuatan yang dilakukan; apakah perbuatan itu dilakukan dengan sadar atau tidak. Itulah sebabnya dikatakan bahwa balasan Allah terhadap hamba-Nya sesuai dengan amal dan perbuatannya, itulah gambaran keadilan Allah.
Ayat 23
اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمْعِهٖ وَقَلْبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةًۗ فَمَنْ يَّهْدِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ اللّٰهِ ۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ
afa ra'aita manittakhaża ilāhahū hawāhu wa aḍallahullāhu ‘alā ‘ilmiw wa khatama ‘alā sam‘ihī wa qalbihī wa ja‘ala ‘alā baṣarihī gisyāwah(tan), famay yahdīhi mim ba‘dillāh(i), afalā tażakkarūn(a).
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Muqatil mengatakan bahwa ayat ini turun berhubungan dengan peristiwa percakapan Abu Jahal dengan al-Walid bin al-Mugirah. Pada suatu malam Abu Jahal tawaf di Baitullah bersama Walid. Kedua orang itu membicarakan keadaan Nabi Muhammad. Abu Jahal berkata, "Demi Allah, sebenarnya aku tahu bahwa Muhammad itu adalah orang yang benar. "Al-Walid berkata kepadanya, "Biarkan saja, apa pedulimu dan apa alasan pendapatmu itu?" Abu Jahal menjawab, "Hai Abu Abdisy Syams, kita telah menamainya orang yang benar, jujur, dan terpercaya dimasa mudanya, tetapi sesudah ia dewasa dan sempurna akalnya, kita menamakannya pendusta lagi pengkhianat. Demi Allah, sebenarnya aku tahu bahwa dia itu adalah benar." Al-Walid berkata, "Apakah gerangan yang menghalangimu untuk membenarkan dan mempercayai seruannya?" Abu Jahal menjawab, "Nanti gadis-gadis Quraisy akan menggunjingkan bahwa aku pengikut anak yatim Abu thalib, padahal aku dari suku yang paling tinggi. Demi Al-Lata da Al-Uzza, saya tidak akan menjadi pengikutnya selama-lamanya." Kemudian turunlah ayat ini.
Selanjutnya, pada ayat ini Allah menerangkan keadaan orang-orang kafir Mekah yang sedang tenggelam dalam perbuatan jahat. Semua yang mereka lakukan itu disebabkan oleh dorongan hawa nafsunya karena telah tergoda oleh tipu daya setan. Tidak ada lagi nilai-nilai kebenaran yang mendasari tingkah laku dan perbuatan mereka. Apa yang baik menurut hawa nafsu mereka itulah yang mereka perbuat. Seakan-akan mereka menganggap hawa nafsu mereka itu sebagai tuhan yang harus mereka ikuti perintahnya.
Mereka telah lupa bahwa kehadiran mereka di dunia yang fana ini ada maksud dan tujuannya. Ada misi yang harus mereka bawa yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi. Mereka telah menyia-nyiakan kedudukan yang diberikan Allah kepada mereka sebagai makhluk Tuhan yang paling baik bentuknya dan mempunyai kemampuan yang paling baik pula. Mereka tidak menyadari bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada Allah kelak dan bahwa Allah akan membalas setiap perbuatan dengan balasan yang setimpal. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (az-Zalzalah/99: 7-8)
Sebenarnya hawa nafsu yang ada pada manusia itu merupakan anugerah yang tidak ternilai harganya yang diberikan Allah kepada manusia. Di samping Allah memberikan akal dan agama kepada manusia agar dengan keduanya manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya. Jika seseorang mengendalikan hawa nafsunya sesuai dengan pertimbangan akal yang sehat dan tidak bertentangan dengan tuntunan agama, maka orang yang demikian itu telah berbuat sesuai dengan fitrahnya. Tetapi apabila seseorang memperturutkan hawa nafsunya tanpa pertimbangan akal yang sehat dan tidak lagi berpedoman kepada tuntutan agama, maka orang itu telah diperbudak oleh hawa nafsunya. Hal itu berarti bahwa ia telah berbuat menyimpang dari fitrahnya dan terjerumus dalam kesesatan.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dalam mengikuti hawa nafsunya, manusia terbagi atas dua kelompok. Kelompok pertama ialah kelompok yang dapat mengendalikan hawa nafsunya; mereka itulah orang yang bertakwa. Sedangkan kelompok kedua ialah orang yang dikuasai hawa nafsunya. Mereka itulah orang-orang yang berdosa dan selalu bergelimang dalam lumpur kejahatan.
Ibnu 'Abbas berkata, "Setiap kali Allah menyebut hawa nafsu dalam Al-Qur'an, setiap kali itu pula Ia mencelanya." Allah berfirman:
Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (al-A'raf/7: 176)
Pada ayat lain :
Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. (shad/38: 26)
Dalam ayat ini, Allah memuji orang-orang yang dapat menguasai hawa nafsunya dan menjanjikan baginya tempat kembali yang penuh kenikmatan. Allah berfirman:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya). (an-Nazi'at/79: 40-41)
Banyak hadis-hadis Nabi saw yang mencela orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya. Diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Amr bin 'As bahwa Nabi saw berkata.
Tidak beriman seseorang dari antara kamu sehingga hawa nafsunya itu tunduk kepada apa yang saya bawa (petunjuk).(Riwayat al-Khathib al-Bagdadi)
Syaddad bin Aus meriwayatkan hadis dari Nabi saw :
‡)
Orang yang cerdik ialah orang yang menguasai hawa nafsunya dan berbuat untuk kepentingan masa sesudah mati. Tetapi orang yang zalim ialah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan mengharap-harap sesuatu yang mustahil dari Allah. (Riwayat at-Tirmidhi dan Ibnu Majah)
Orang yang selalu memperturutkan hawa nafusnya biasanya kehilangan kontrol dirinya. Itulah sebabnya ia terjerumus dalam kesesatan karena ia tidak mau memperhatikan petunjuk yang diberikan kepadanya, dan akibat perbuatan jahat yang telah dilakukannya karena memperturutkan hawa nafsu.
Keadaan orang yang memperturutkan hawa nafsunya itu diibaratkan seperti orang yang terkunci mati hatinya sehingga tidak mampu lagi menilai mana yang baik mana yang buruk, dan seperti orang yang telinganya tersumbat sehingga tidak mampu lagi memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di langit dan di bumi, dan seperti orang yang matanya tertutup tidak dapat melihat dan mengetahui kebenaran adanya Allah Yang Maha Pencipta segala sesuatu.
Selanjutnya, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar tidak membenarkan sikap orang-orang kafir Mekah dengan mengatakan bahwa tidak ada kekuasaan yang akan memberikan petunjuk selain Allah setelah mereka tersesat dari jalan yang lurus.
Pada akhir ayat ini, Allah mengingatkan mereka mengapa mereka tidak mengambil pelajaran dari alam semesta, kejadian pada diri mereka sendiri, dan azab yang menimpa umat-umat terdahulu sebagai bukti bahwa Allah Mahakuasa lagi berhak disembah.
Ayat 24
وَقَالُوْا مَا هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَآ اِلَّا الدَّهْرُۚ وَمَا لَهُمْ بِذٰلِكَ مِنْ عِلْمٍۚ اِنْ هُمْ اِلَّا يَظُنُّوْنَ
wa qālū mā hiya illā ḥayātunad-dun-yā namūtu wa naḥyā wa mā yuhlikunā illad-dahr(u), wa mā lahum biżālika min ‘ilmin in hum illā yaẓunnūn(a).
Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.
Pada ayat ini Allah menjelaskan keingkaran orang-orang musyrik terhadap hari kebangkitan. Menurut anggapan mereka kehidupan itu hanya di dunia saja. Di dunia mereka dilahirkan dan di dunia pula mereka dimatikan dan di situlah akhir dari segala sesuatu, dan demikian pula terjadi pada nenek moyang mereka. Menurut mereka, yang menyebabkan kematian dan kebinasaan segala sesuatu ialah pertukaran masa. Dari pendapat mereka, dapat diambil kesimpulan bahwa mereka mengingkari terjadinya hari kebangkitan.
Keterangan itu diperkuat oleh adat kebiasaan orang Arab Jahiliah yaitu apabila mereka ditimpa bencana atau musibah, terlontarlah kata-kata dari mulut mereka, "Aduhai celakalah masa." Mereka mengumpat-umpat masa karena menurut mereka masa itulah sumber dari segala musibah.
Dalam hadis Qudsi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
Allah berfirman, "Manusia telah menyakitiku dengan mengatakan wahai masa yang sial. Maka janganlah salah seorang kalian mengatakan 'masa yang sial karena Akulah (Pencipta dan Pengatur)masa. Aku menanti malam menjadi siang, dan jika Aku menghendakinya niscaya Aku genggam keduanya." (Riwayat Muslim)
Kemudian Allah menyayangkan sikap kaum musyrikin Mekah yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang benar. Allah menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang hal yang menyangkut masa itu. Pendapat mereka itu hanyalah didasarkan pada sangkaan dan dugaan saja.
Ayat 25
وَاِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُنَا بَيِّنٰتٍ مَّا كَانَ حُجَّتَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوا ائْتُوْا بِاٰبَاۤىِٕنَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
wa iżā tutlā ‘alaihim āyātunā bayyinātim mā kāna ḥujjatahum illā an qālu'tū bi'ābā'inā in kuntum ṣādiqīn(a).
Dan apabila kepada mereka dibacakan ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain mengatakan, “Hidupkanlah kembali nenek moyang kami, jika kamu orang yang benar.”
Pada ayat ini, Allah menerangkan dan menegaskan bahwa pendapat mereka itu benar-benar berdasarkan dugaan dan sangkaan belaka, yang menjurus kepada pengingkaran terjadinya hari kebangkitan. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang mengandung keterangan tentang bukti-bukti terjadinya hari kebangkitan, mereka tidak mau memahami keterangan yang dikemukakan itu, dan juga mereka menantang Rasulullah saw agar beliau menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Jika hal itu dapat dilakukan oleh Rasulullah, barulah mereka mau beriman.
Dari sikap mereka yang demikian itu, dapat diambil kesimpulan bahwa mereka benar-benar telah dikendalikan oleh hawa nafsu mereka, tidak lagi mempergunakan pikiran mereka dengan baik sehingga mereka tidak mau menerima segala kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah saw, bahwa hari kebangkitan itu akan datang pada saat yang telah ditentukan yaitu setelah semua manusia yang hidup dimatikan dan jagat raya serta segala isinya hancur-lebur. Namun hal ini tidak membuat mereka mengerti dan mengakui.
Ayat 26
قُلِ اللّٰهُ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَارَيْبَ فِيْهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ࣖ
qulillāhu yuḥyīkum ṡumma yumītukum ṡumma yajma‘ukum ilā yaumil-qiyāmati lā raiba fīhi wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya‘lamūn(a).
Katakanlah, “Allah yang menghidupkan kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan lagi; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menjelaskan kepada orang-orang musyrik Mekah, bahwa Allah-lah yang berkuasa menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. Dahulu mereka belum ada dan merupakan benda mati, sesudah itu atas kuasa Allah mereka dijadikan makhluk hidup di dunia untuk jangka waktu yang ditentukan. Apabila telah sampai waktu yang ditentukan itu, mereka pun dimatikan. Kemudian mereka dibangkitkan kembali pada hari Kiamat untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.
Allah menegaskan bahwa terjadinya hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang pasti, tidak ada keraguan sedikit pun. Jika Allah kuasa menghidupkan dan mematikan, tentu Dia kuasa pula menghidupkan dan menghimpun kembali bagian-bagian tubuh mereka yang telah hancur berserakan menjadi tanah. Mengulang kembali suatu perbuatan adalah lebih mudah daripada menciptakannya untuk pertama kali. Dan bagi Allah, tidak ada suatu perbuatan pun yang sukar.
Pada akhir ayat ini, Allah menyayangkan mengapa kebanyakan orang-orang musyrik tidak meyakini kebenaran adanya hari kebangkitan dan tetap mengingkarinya dengan alasan bahwa orang yang telah mati, yang tubuhnya telah hancur lebur bersama tanah, tulang-tulangnya telah berserakan tidak mungkin hidup kembali. Allah berfirman:
Dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur. (al-hajj/22: 7)
Ayat 27
وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ يَوْمَىِٕذٍ يَّخْسَرُ الْمُبْطِلُوْنَ
wa lillāhi mulkus-samāwāti wal-arḍ(i), wa yauma taqūmus-sā‘atu yauma'iżiy yakhsarul-mubṭilūn(a).
Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya Kiamat, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (dosa).
Allah menjelaskan bahwa yang memiliki kekuasaan di langit dan di bumi ialah Allah. Tidak ada yang melebihi kekuasaan-Nya yang berlaku sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak ada penguasa yang lain selain Dia dan tidak ada tuhan-tuhan lain yang pantas disembah selain-Nya. Kekuasaan-Nya meliputi seluruh alam; alam dunia dan alam akhirat. Allah juga berkuasa pada saat alam dunia berakhir dan mulainya hari akhirat. Pada saat itu manusia akan dibangkitkan dari alam kubur. Semua manusia akan digiring ke Padang Mahsyar untuk menghadapi ke pengadilan. Pada saat itu, perbuatan mereka akan diperiksa secara teliti. Tiap-tiap orang akan menerima catatan perbuatannya selama ia hidup di dunia, yang dibuat secara teliti oleh para malaikat pencatat amal. Pada hari itulah, tampak kemurungan orang-orang kafir yang mendustakan kebenaran ayat-ayat Allah. Kemurungan itu berubah menjadi kesengsaraan dan penderitaan yang amat berat ketika mereka diseret ke neraka Jahanam, disanalah mereka menampakkan penyesalan mereka, tetapi penyesalan itu tidak berguna lagi.
Ayat 28
وَتَرٰى كُلَّ اُمَّةٍ جَاثِيَةً ۗ كُلُّ اُمَّةٍ تُدْعٰٓى اِلٰى كِتٰبِهَاۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
wa tarā kulla ummatin jāṡiyah(tan), kullu ummatin tud‘ā ilā kitābihā, al-yauma tujzauna mā kuntum ta‘malūn(a).
Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan keadaan manusia pada hari penentuan keputusan itu dan kedahsyatan huru-hara pada saat menunggu detik-detik yang menentukan, yaitu:
1. Pada hari itu, manusia berlutut dan bersimpuh di hadapan Tuhan penguasa seluruh alam untuk menerima perhitungan amal perbuatan mereka dan menerima keputusan akhir yang akan ditetapkan atas mereka.
2. Pada hari itu, mereka dipanggil melihat catatan mereka yang dibuat oleh para malaikat. Kemudian mereka memeriksa apakah ada di antara perbuatan mereka yang belum tercatat atau ada yang tercatat, tetapi tidak sesuai dengan yang telah mereka kerjakan. Apabila perbuatan mereka yang tercatat itu sesuai dengan yang diperintahkan oleh agama yang dibawa rasul mereka, maka mereka akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan, sedangkan apabila tidak sesuai dengan perintah dan banyak melanggar larangan agama mereka, maka mereka akan memperoleh kecelakaan dan azab di neraka. Allah berfirman:
Dan bumi (Padang Mahsyar) menjadi terang benderang dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan buku-buku (perhitungan perbuatan mereka) diberikan (kepada masing-masing), nabi-nabi dan saksi-saksi pun dihadirkan, lalu diberikan keputusan di antara mereka secara adil, sedang mereka tidak dirugikan. (az-Zumar/39: 69)
Pada ayat lain Allah berfirman:
Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)
Pada saat itu, manusia mendapat panggilan. Kepada mereka diberitahukan bahwa pada hari itulah mereka akan menerima balasan dari amal perbuatan mereka masing-masing dengan balasan yang setimpal.
Ayat 29
هٰذَا كِتٰبُنَا يَنْطِقُ عَلَيْكُمْ بِالْحَقِّ ۗاِنَّا كُنَّا نَسْتَنْسِخُ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
hāżā kitābunā yanṭiqu ‘alaikum bil-ḥaqq(i), innā kunnā nastansikhu mā kuntum ta‘malūn(a).
(Allah berfirman), “Inilah Kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”
Allah menyatakan firman-Nya kepada seluruh umat manusia bahwa kitab-kitab yang memuat catatan amal perbuatan itu adalah kitab yang benar, tidak ada suatu pun kesalahan terdapat di dalamnya, dibuat atas dasar perintah Allah Yang Mahakuasa, yang menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan keputusan bagi umat manusia.
Allah juga menyatakan bahwa pada saat orang itu hidup di dunia, telah dikerahkan para pencatat amal perbuatan, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk. Catatan itu tidak mungkin salah karena dibuat dengan ketelitian yang tinggi sebagai alat bukti yang tidak dapat diragukan kebenarannya
Ayat 30
فَاَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِيْ رَحْمَتِهٖۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِيْنُ
fa'ammal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti fayudkhiluhum rabbuhum fī raḥmatih(ī), żālika huwal-fauzul-mubīn(u).
Maka adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka Tuhan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Demikian itulah kemenangan yang nyata.
Kemudian Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang beriman dan yang melakukan amal saleh. Mereka itu akan mendapat balasan yang setimpal dengan amal perbuatannya. Mereka itu termasuk hamba Allah yang memperoleh limpahan rahmat-Nya.
Yang dimaksud dengan rahmat Allah dalam ayat ini adalah surga. Hal ini sesuai dengan maksud hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
…)
Sesungguhnya Allah berkata kepada surga, "Engkau adalah rahmat-Ku. Dengan kamu Aku melimpahkan Kasih sayang-Ku kepada orang-orang yang Aku kehendaki." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Pada bagian akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa surga itu merupakan kebahagiaan yang akan dicapai oleh orang-orang yang beriman karena nikmatnya yang berlimpah-limpah yang akan dirasakan penghuninya.
Ayat 31
وَاَمَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۗ اَفَلَمْ تَكُنْ اٰيٰتِيْ تُتْلٰى عَلَيْكُمْ فَاسْتَكْبَرْتُمْ وَكُنْتُمْ قَوْمًا مُّجْرِمِيْنَ
wa ammal-lażīna kafarū, falam takun āyātī tutlā ‘alaikum fastakbartum wa kuntum qaumam mujrimīn(a).
Dan adapun (kepada) orang-orang yang kafir (difirmankan), “Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu tetapi kamu menyombongkan diri dan kamu menjadi orang-orang yang berbuat dosa?”
Pada ayat ini Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang mengingkari keesaan-Nya. Mereka itu selalu menerima cemoohan dan penghinaan karena kepada mereka telah didatangkan utusan Allah yang telah membacakan ayat-ayat-Nya, tetapi mereka bersikap sombong dan keras kepala.
Karena itu mereka akan merasakan siksa Allah yang menghinakan disebabkan oleh perbuatan dosa yang telah mereka kerjakan. Pada saat itulah, mereka tergagap karena melihat kenyataan yang dahulu mereka dustakan.
Ayat 32
وَاِذَا قِيْلَ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّالسَّاعَةُ لَا رَيْبَ فِيْهَا قُلْتُمْ مَّا نَدْرِيْ مَا السَّاعَةُۙ اِنْ نَّظُنُّ اِلَّا ظَنًّا وَّمَا نَحْنُ بِمُسْتَيْقِنِيْنَ
wa iżā qīla inna wa‘dallāhi ḥaqquw was-sā‘atu lā raiba fīhā qultum mā nadrī mas-sā‘ah(tu), in naẓunnu illā ẓannaw wa mā naḥnu bimustaiqinīn(a).
Dan apabila dikatakan (kepadamu), “Sungguh, janji Allah itu benar, dan hari Kiamat itu tidak diragukan adanya,” kamu menjawab, “Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin.”
Pada ayat ini, Allah menjelaskan penyesalan orang-orang yang mengingkari terjadinya hari kebangkitan. Sewaktu masih di dunia, apabila disampaikan kepada mereka berita tentang terjadinya hari kebangkitan, mereka beranggapan bahwa berita hari kebangkitan itu adalah berita yang aneh dan mustahil. Bagi mereka mustahil membangkitkan orang yang telah mati yang tulang-tulangnya telah berserakan dan seluruh tubuhnya telah hancur menjadi tanah. Tetapi nanti setelah mereka menghadapi kenyataan dan berhadapan dengan siksa yang sangat mengerikan, barulah mereka menyesali sikap dan perbuatan mereka dahulu yang semata-mata didasarkan atas dugaan dan prasangka belaka, tidak berdasarkan ilmu pengetahuan dan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Penguasa Semesta Alam.
Ayat 33
وَبَدَا لَهُمْ سَيِّاٰتُ مَا عَمِلُوْا وَحَاقَ بِهِمْ مَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ
wa badā lahum sayyi'ātu mā ‘amilū wa ḥāqa bihim mā kānū bihī yastahzi'ūn(a).
Dan nyatalah bagi mereka keburukan-keburukan yang mereka kerjakan, dan berlakulah (azab) terhadap mereka yang dahulu mereka perolok-olokkan.
Kemudian Allah menjelaskan keadaan kaum musyrikin ketika kejahatan mereka telah terungkap dengan jelas. Mereka tergagap menghadapi tanggung jawab yang begitu besar. Mereka merasa takut melihat dosa mereka yang bertumpuk-tumpuk yang harus mereka tebus dengan siksaan neraka yang sangat mereka takuti. Mereka menyadari pula saat itu bahwa tidak ada seorang pun yang dapat membela mereka; kekuasaan mereka selama di dunia, harta benda yang melimpah ruah, anak cucu mereka, teman bersekongkol, dan sebagainya semuanya tidak ada artinya pada waktu itu. Satu-satunya pilihan yang dapat mereka ambil waktu itu hanyalah menunggu keputusan dan pasrah untuk menerima azab Allah.
Ayat 34
وَقِيْلَ الْيَوْمَ نَنْسٰىكُمْ كَمَا نَسِيْتُمْ لِقَاۤءَ يَوْمِكُمْ هٰذَاۙ وَمَأْوٰىكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِّنْ نّٰصِرِيْنَ
wa qīlal-yauma nansākum kamā nasītum liqā'a yaumikum hāżā, wa ma'wākumun nāru wa mā lakum min nāṣirīn(a).
Dan kepada mereka dikatakan, “Pada hari ini Kami melupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini; dan tempat kembalimu ialah neraka dan se-kali-kali tidak akan ada penolong bagimu.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan cemoohan, penghinaan dan azab yang mereka tanggungkan pada hari Kiamat itu. Pada hari itu, Allah tidak akan menghiraukan jerit dan tangis mereka, ratapan dan penyesalan mereka karena semua yang mereka alami itu benar-benar sebagai pembalasan yang seimbang dengan perbuatan mereka di dunia dahulu.
Di dunia mereka menganiaya dan memfitnah orang yang tidak bersalah, menghalalkan yang haram untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka; Allah akan memberikan balasan yang setimpal dengan amal mereka semua di akhirat nanti.
Jika Allah bersikap tidak mengacuhkan mereka karena sikap angkuh dan sombong yang telah mereka lakukan, serta sikap yang tidak berperikemanusiaan yang telah mereka lakukan. Maka sikap yang demikian itu adalah balasan yang wajar sesuai dengan keadilan-Nya.
Ayat 35
ذٰلِكُمْ بِاَنَّكُمُ اتَّخَذْتُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا وَّغَرَّتْكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا ۚفَالْيَوْمَ لَا يُخْرَجُوْنَ مِنْهَا وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُوْنَ
Żālikum bi'annakumuttakhażtum āyātillāhi huzuwaw wa garratkumul-ḥayātud-dun-yā, fal-yauma lā yukhrajūna minhā wa lā hum yusta‘tabūn(a).
Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia.” Maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertobat.
Pada ayat ini Allah menjelaskan mengapa orang-orang kafir itu harus menerima siksaan dan azab yang mengerikan itu, sebabnya ialah:
1. Karena waktu mereka hidup di dunia, mereka memperolok-olok ayat-ayat Allah yang disampaikan kepada mereka melalui Rasul-Nya. Sikap ini dianggap sebagai sikap yang penuh keangkuhan dan kesombongan. Mereka juga ingin mendangkalkan iman yang telah meresap dalam dada kaum Muslimin dengan berbagai macam dalih dan cara.
2. Mereka telah tertipu oleh kenikmatan hidup di dunia, sehingga mereka melupakan kehidupan akhirat yang menjadi tujuan akhir kehidupan manusia.
Itulah sebabnya ketika Allah menjatuhkan keputusan-Nya, tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk melepaskan diri dari azab dan tidak ada lagi ampunan bagi mereka.
Ayat 36
فَلِلّٰهِ الْحَمْدُ رَبِّ السَّمٰوٰتِ وَرَبِّ الْاَرْضِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
fa lillāhil-ḥamdu rabbis-samāwāti wa rabbil-arḍi rabbil-‘ālamīn(a).
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan (pemilik) langit dan bumi, Tuhan seluruh alam.
Kedua ayat ini merupakan ayat penutup Surah al-Jatsiyah. Dalam ayat-ayat ini Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya yang ada hubungannya dengan dasar-dasar pengambilan keputusan di hari Kiamat nanti, yaitu:
1. Dia Maha Terpuji, karena itu bagi-Nyalah segala puji. Ungkapan ini memberikan pengertian bahwa segala nikmat apa pun yang diperoleh manusia selama hidup di dunia berasal dari Allah agar manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah-Nya di bumi, bukan untuk berbuat sewenang-wenang dan memperturutkan hawa nafsu. Jika manusia tidak mensyukuri nikmat itu dan tidak mempergunakan nikmat itu menurut yang semestinya, tentulah orang itu akan mendapat murka dan azab-Nya.
2. Allah Mahakuasa, Dia menguasai semesta alam. Perkataan ini memberikan pengertian bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi berada dalam kekuasaan-Nya. Dia menguasai dunia dan akhirat.
3. Dia Mahaagung, karena keagungan dan keangkuhan hanya bagi Allah di langit dan di bumi dan kekuasaan-Nya berada di atas segala kekuasaan.
4. Dia Mahaperkasa, keputusan-Nya tidak dapat ditolak, tidak dapat diubah oleh siapa pun, dan tidak ada yang dapat menandingi kekuasaan-Nya itu.
5. Dia Mahabijaksana. Maksudnya: Allah dalam menetapkan perintah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, selalu disertai aturan, perhitungan, dan berhasil serta pasti, terjadi sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Ayat 37
وَلَهُ الْكِبْرِيَاۤءُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗوَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ ۔
wa lahul-kibriyā'u fis-samāwāti wal-arḍ(i), wa huwal-‘azīzul-ḥakīm(u).
Dan hanya bagi-Nya segala keagungan di langit dan di bumi, dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Kedua ayat ini merupakan ayat penutup Surah al-Jatsiyah. Dalam ayat-ayat ini Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya yang ada hubungannya dengan dasar-dasar pengambilan keputusan di hari Kiamat nanti, yaitu:
1. Dia Maha Terpuji, karena itu bagi-Nyalah segala puji. Ungkapan ini memberikan pengertian bahwa segala nikmat apa pun yang diperoleh manusia selama hidup di dunia berasal dari Allah agar manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah-Nya di bumi, bukan untuk berbuat sewenang-wenang dan memperturutkan hawa nafsu. Jika manusia tidak mensyukuri nikmat itu dan tidak mempergunakan nikmat itu menurut yang semestinya, tentulah orang itu akan mendapat murka dan azab-Nya.
2. Allah Mahakuasa, Dia menguasai semesta alam. Perkataan ini memberikan pengertian bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi berada dalam kekuasaan-Nya. Dia menguasai dunia dan akhirat.
3. Dia Mahaagung, karena keagungan dan keangkuhan hanya bagi Allah di langit dan di bumi dan kekuasaan-Nya berada di atas segala kekuasaan.
4. Dia Mahaperkasa, keputusan-Nya tidak dapat ditolak, tidak dapat diubah oleh siapa pun, dan tidak ada yang dapat menandingi kekuasaan-Nya itu.
5. Dia Mahabijaksana. Maksudnya: Allah dalam menetapkan perintah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, selalu disertai aturan, perhitungan, dan berhasil serta pasti, terjadi sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Al-Jasiyah (37 ayat)
Tidak ada hadis yang ditemukan.
Sholat | 16 Maret 2019 18:32
Tausiyah | 20 September 2024 05:45
Dunia Islam | 19 September 2024 23:07
Dunia Islam | 19 September 2024 22:48
Hikmah | 25 September 2024 03:50